Rabu, 08 Juni 2011

Istilah Hukum mengenai Pegawai Negeri dan Pegawai Negeri Sipil

Istilah hukum di dalam peraturan perundang-undangan mengenai pegawai negeri dan pegawai negeri sipil


Atasan pejabat yang berwenang menghukum Pegawai Negeri Sipil adalah atasan langsung dari pejabat yang berwenang menghukum (Pasal 1 huruf e PP No. 30/1980).
Atasan yang berwenang adalah pejabat yang karena kedudukan atau jabatannya membawahi seorang atau lebih Pegawai Negeri (Pasal 1 huruf d UU No. 8/1974).
Cuti adalah tidak masuk kerja yang diijinkan dalam jangka waktu tertentu. Cuti Pegawai Negeri terdiri dari, cuti tahunan, cuti sakit, cuti karena alasan penting, cuti besar, cuti bersalin, dan cuti di luar tanggungan Negara. Cuti besar dapat digunakan oleh Pegawai Negeri yang bersangkutan untuk memenuhi kewajiban agama, seperti menunaikan ibadah haji (Penjelasan Pasal 8 UU No. 8/1974).
Formasi adalah penentuan jumlah dan susunan pangkat Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan untuk mempu melaksanakan tugas pokok yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang (Penjelasan Pasal 15 ayat (1) UU No. 43/1999).
Gaji adalah sebagai balas jasa atau penghargaan atas hasil kerja seseorang. Pada umumnya sistim penggajian dapat digolongkan dalam 2 (dua) sistim, yaitu apa yang disebut sistim skala tunggal dan sistim skala ganda (Penjelasan Pasal 7 alinea kedua UU No. 8/1974).
Gaji yang adil dan layak adalah bahwa gaji Pegawai Negeri harus mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, sehingga Pegawai Negeri yang bersangkutan dapat memusatkan perhatian, pikiran, dan tenaganya hanya untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya (Penjelasan Pasal 7 ayat (1) UU No. 43/1999).
Hukuman disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil adalah hukuman yang dijatuhkan kepada Pegawai Negeri Sipil karena melanggar Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Pasal 1 huruf c PP No. 30/1980). Lihat: tujuan hukuman disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil.
Hukuman yang dapat dijatuhkan sebagai sanksi terhadap pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil ialah tegoran lisan, tegoran tertulis, pernyataan tidak puas, penundaan kenaikan gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat, penurunan pangkat, pemindahan sebagai hukuman, pembebasan tugas, dan pemberhentian (Penjelasan Pasal 29 UU No. 8/1974).
Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggungjawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangka susunan suatu satuan organisasi (Penjelasan Pasal 17 ayat (1) UU No. 8/1974). Lihat: jabatan dari sudut struktural dan jabatan dari sudut fungsional.
Jabatan dari sudut fungsional adalah jabatan yang ditinjau dari sudut fungsinya dalam suatu satuan organisasi, seperti Peneliti, Dokter Ahli Penyakit Jantung, Juru Ukur, dan lain-lain yang serupa dengan itu (Penjelasan Pasal 17 ayat (1) UU No. 8/1974).
Jabatan dari sudut struktural adalah jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi, seperti Sekretaris Jenderal, Direktur, Kepala Seksi, dan lain-lain (Penjelasan Pasal 17 ayat (1) UU No. 8/1974).
Jabatan Karier adalah jabatan struktural dan fungsional yang hanya dapat diduduki Pegawai Negeri Sipil setelah memenuhi syarat yang ditentukan (Pasal 1 angka 6 UU No. 43/1999).
Jabatan Negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutip yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan termasuk di dalamnya jabatan dalam kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan kepaniteraan PengadiIan (Pasal 1 huruf c UU No. 8/1974). Jabatan Negeri adalah jabatan dalam bidang eksekutif yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan, termasuk di dalamnya jabatan dalam kesekretariatan lembaga tertinggi atau tinggi negara, dan kepaniteraan pengadilan (Pasal 1 angka 5 UU No. 43/1999).
Jabatan organik adalah jabatan negeri yang menjadi tugas pokok pada suatu satuan organisasi pemerintah (Pasal 1 angka 7 UU No. 43/1999).
Janji, lihat: sumpah.
Kepegawaian adalah segala hal-hal mengenai kedudukan, kewajiban, hak, dan pembinaan Pegawai Negeri (Penjelasan UU No. 8/1974).
Kode Etik Pegawai Negeri Sipil adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang harus dilaksanakan oleh setiap Pegawai Negeri Sipil. Dengan adanya Kode Etik Pegawai Negeri Sipil, maka Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat mempunyai pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari (Penjelasan Pasal 28 UU No. 8/1974). Lihat: sanksi terhadap pelanggaran Kode Etik.
Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya-upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan derajat profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban kepegawaian, yang meliputi perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, kesejahteraan, dan pemberhentian (Pasal 1 angka 8 UU No. 43/1999).
Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkat seseorang Pegawai Negeri Sipil dalam rangkaian susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian (Penjelasan Pasal 17 ayat (1) UU No. 8/1974).
Pegawai Negeri adalah mereka yang setelah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam sesuatu jabatan Negeri atau diserahi tugas Negara lainnya yang ditetapkan berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 huruf a UU No. 8/1974). Pegawai Negeri adalah unsur Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat yang dengan penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan (Pasal 3 UU No. 8/1974). Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 angka 1 UU No. 43/1999). Lihat: pembagian atas Pegawai Negeri.
Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah Otonom (Penjelasan Pasal 2 ayat (2) huruf b UU No. 8/1974). Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah Daerah, atau dipekerjakan di luar instansi induknya (Penjelasan Pasal 2 ayat (2) huruf b UU No. 43/1999).
Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah: 1. Pegawai Negeri Sipil Pusat yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Instansi Vertikal di Daerah-daerah, dan Kepaniteraan Pengadilan. 2. Pegawai Negeri Sipil Pusat yang bekerja pada Perusahaan Jawatan. 3. Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan atau dipekerjakan pada Daerah Otonom. 4. Pegawai Negeri Sipil Pusat yang berdasarkan sesuatu peraturan perundang-undangan diperbantukan, atau dipekerjakan pada badan lain, sepertl Perusahaan Umum, Yayasan, dan lain-lain. 4. Pegawai Negeri Sipil Pusat yang menyelenggarakan tugas Negara lainnya, seperti Hakim pada Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi dan lain-lain (Penjelasan Pasal 2 ayat (2) huruf a UU No. 8/1974). Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada Departemen, Lembaga pemerintah non-Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Instansi Vertikal di Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota, Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya (Penjelasan Pasal 2 ayat (2) huruf a UU No. 43/1999).
Pegawai Negeri terdiri dari Pegawai Negeri Sipil dan Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Pegawai Negeri Sipil terdiri dari Pegawai Negeri Sipil Pusat, Pegawai Negeri Sipil Daerah dan Pegawai Negeri Sipil lain yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah (Pasal 2 ayat (1) dan (2) UU No. 8/1974).
Pegawai tidak tetap adalah pegawai yang diangkat untuk jangka waktu tertentu guna melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan yang bersifat teknis profesional dan administrasi sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan organisasi. Pegawai tidak tetap tidak berkedudukan sebagai Pegawai Negeri (Penjelasan Pasal 2 ayat (3) UU No. 43/1999).
Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota lembaga tertinggi/tinggi negara sebagaimana dimaksudkan dalam Undang-undang Dasar 1945 dan Pejabat Negara yang ditentukan oleh Undang-undang (Pasal 1 angka 4 UU No. 43/1999).
Pejabat yang berwajib adalah pejabat yang karena jabatan atau tugasnya berwenang melakukan tindakan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 huruf e UU No. 8/1974). Pejabat yang berwajib adalah pejabat yang karena jabatan atau tugasya berwenang melakukan tindakan hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 angka 3 UU No. 43/1999)
Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat dan atau memberhentikan Pegawai Negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 huruf b UU No. 8/1974). Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang mempunyai kewenangan mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai Negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 angka 2 UU No. 43/1999).
Pejabat yang berwenang menghukum Pegawai Negeri Sipil adalah pejabat yang diberi wewenang menjatuhkan hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil (Pasal 1 huruf d PP No. 30/1980).
Pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan Pegawai Negeri Sipil yang melanggar ketentuan Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja (Pasal 1 huruf b PP No. 30/1980). Lihat: termasuk pelanggaran disiplin Pegawai Negeri Sipil dan hukuman yang dapat dijatuhkan sebagai sanksi terhadap pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Pemeriksaan secara tertutup adalah pemeriksaan itu hanya dapat diketahui oleh pejabat yang berkepentingan (Penjelasan Pasal 9 ayat (3) alinea kedua PP No. 30/1980).
Pendidikan dan Pelatihan dalam jabatan (in service training) adalah suatu pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu, keahlian, kemampuan, dan ketrampilan (Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No. 43/1999).
Pendidikan dan Pelatihan prajabatan (pre service training) adalah suatu pelatihan yang diberikan kepada Calon Pegawai Negeri Sipil, dengan tujuan agar ia dapat terampil melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya (Penjelasan Pasal 31 ayat (1) UU No. 43/1999).
Pensiun adalah jaminan hari tua dan sebagai balas jasa terhadap Pegawai Negeri yang telah bertahun-tahun mengabdikan dirinya kepada Negara (Penjelasan Pasal 10 UU No. 8/1974).
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah peraturan yang mengatur kewajiban, larangan, dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar oleh Pegawai Negeri Sipil (Pasal 1 huruf a PP No. 30/1980).
Peraturan kedinasan adalah peraturan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang mengenai kedinasan atau yang ada hubungannya dengan kedinasan (Pasal 1 huruf g PP No. 30/1980).
Perbuatan adalah setiap tingkah laku, sikap atau tindakan (Pasal 4 alinea ketiga PP No. 30/1980).
Perintah kedinasan adalah perintah yang diberikan oleh atasan yang berwenang mengenai atau yang ada hubungannya dengan kedinasan (Pasal 1 huruf f PP No. 30/1980).
Rahasia adalah rencana, kegiatan atau tindakan yang akan, sedang atau telah dilakukan yang dapat mengakibatkan kerugian yang besar atau dapat menimbulkan bahaya, apabila diberitahukan kepada atau diketahui oleh orang yang tidak berhak (Penjelasan Pasal 6 ayat (1) alinea pertama UU No. 8/1974). Lihat: rahasia jabatan.
Rahasia jabatan adalah rahasia mengenai atau yang ada hubungannya dengan jabatannya. Pada umumnya rahasia jabatan dapat berupa dokumen tertulis, seperti surat, notulen rapat, peta, dan lain-lain; dapat berupa rekaman suara dan dapat pula berupa perintah atau keputusan lisan dari seorang atasan. Ditinjau dari sudut pentingnya, maka rahasia jabatan itu ditentukan tingkatan klasifikasinya, seperti sangat rahasia, rahasia, konfidensil atau terbatas. Ditinjau dari sudut sifatnya, maka ada rahasia jabatan yang sifat kerahasiaannya terbatas pada waktu tertentu tetapi ada pula rahasia jabatan yang sifat kerahasiaannya terus-menerus. Apakah sesuatu rencana, kegiatan atau tindakan bersifat rahasia jabatan, begitu juga tingkatan klasifikasi dan sampai bilamana hal itu menjadi rahasia jabatan, harus ditentukan dengan tegas oleh pimpinan instansi yang bersangkutan (Penjelasan Pasal 6 ayat (1) alinea kedua UU No. 8/1974).
Sanksi terhadap pelanggaran Kode Etik adalah sanksi moril (Penjelasan Pasal 28 UU No. 8/1974).
Sistim karier adalah suatu sistim kepegawaian, di mana untuk pengangkatan pertama didasarkan atas kecakapan yang bersangkutan, sedang dalam pengembangannya lebih lanjut, masa kerja, kesetiaan, pengabdian, dan syarat-syarat obyektip lainnya juga menentukan (Penjelasan UU No. 8/1974).
Sistim prestasi kerja adalah suatu sistim kepegawaian, di mana pengangkatan seseorang untuk menduduki sesuatu jabatan atau untuk naik pangkat didasarkan atas kecakapan dan prestasi yang dicapai oleh pegawai yang diangkat. Kecakapan tersebut harus dibuktikan dengan lulus dalam ujian dinas dan prestasi dibuktikan secara nyata. Sistim prestasi kerja tidak memberikan penghargaan terhadap masa kerja (Penjelasan UU No. 8/1974).
Sistim skala ganda adalah sistim penggajian yang menentukan besarnya gaji yang bukan saja didasarkan pada pangkat, tetapi juga didasarkan pada sifat pekerjaan yang dilakukan, prestasi keria yang dicapai, dan beratnya tanggung jawab yang dipikul dalam melaksanakan pekerjaan itu (Penjelasan Pasal 7 alinea ketiga UU No. 8/1974).
Sistim skala tunggal adalah sistim penggajian yang memberikan gaji yang sama kepada pegawai yang berpangkat sama dengan tidak atau kurang memperhatikan sifat pekerjaan yang dilakukan dan beratnya tanggungjawab yang dipikul dalam melaksanakan pekerjaan itu (Penjelasan Pasal 7 alinea ketiga UU No. 8/1974).
Sumpah/Janji adalah suatu kesanggupan untuk mentaati keharusan atau untuk tidak melakukan larangan yang ditentukan, yang diikrarkan di hadapan atasan yang berwenang menurut agama atau kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Karena Sumpah/Janji itu diikrarkan menurut agama atau kepercayaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa, maka pada hakekatnya Sumpah/Janji itu bukan saja merupakan kesanggupan terhadap atasan yang berwenang, tetapi juga merupakan kesanggupan terhadap Tuhan, bahwa yang bersumpah/berjanji akan mentaati segala keharusan dan tidak melakukan segala larangan yang telah ditentukan (Penjelasan Pasal 26 ayat (1) UU No. 8/1974).
Termasuk pelanggaran disiplin adalah setiap perbuatan memperbanyak, mengedarkan, mempertontonkan, menempelkan, menawarkan, menyimpan, memiliki tulisan atau rekaman yang berisi anjuran atau hasutan untuk melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3, kecuali apabila hal itu dilakukan untuk kepentingan dinas (Pasal 4 alinea ketiga PP No. 30/1980).
Tewas ialah: 1. meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya; 2. meninggal dunia dalam keadaan lain yang ada hubungannya dengan dinasnya, sehingga kematian itu disamakan dengan meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya; 3. meninggal dunia yang langsung diakibatkan oleh luka atau cacad jasmani atau cacad rohani yang didapat dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya; 4. meninggal dunia karena perbuatan anasir yang tidak bertanggung jawab ataupun sebagai akibat tindakan terhadap anasir itu. Kepada isteri/suami dan atau anak Pegawai Negeri yang tewas diberikan uang duka yang diterimakan sekaligus. Pemberian uang duka yang dimaksud tidak mengurangi pensiun dan hak-hak lainnya yang berhak diterimanya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Penjelasan Pasal 9 ayat (3) UU No. 8/1974).
Tujuan hukuman disiplin adalah untuk memperbaiki dan mendidik Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin. Oleh sebab itu setiap pejabat yang berwenang menghukum wajib memeriksa lebih dahulu dengan seksama Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin itu (Penjelasan PP No. 30/1980).
Tulisan adalah pernyataan pikiran dan atau perasaan secara tertulis baik dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk gambar, karikatur, coretan, dari lain-lain yang serupa dengan itu (Pasal 4 alinea kedua PP No. 30/1980).
Ucapan adalah setiap kata-kata yang diucapkan dihadapan atau dapat didengar oleh orang lain, seperti dalam rapat, ceramah, diskusi, melalui telpon, radio, televisi, rekaman atau alat komunikasi lainnya (Pasal 4 alinea pertama PP No. 30/1980).

Daftar Singkatan Peraturan Perundang-undangan dan yurisprudensi berdasarkan Abjad:

1.             PP No. 30/1980          Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
2.             UU No. 8/1974           Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.
3.             UU No. 43/1999         Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian.  



Pengertian Hukum dan Norma serta Hierarki Perundang-undangan di Indonesia

Hukum dan norma merupakan dua hal yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia. Kedua hal tersebut saling berkaitan dan biasa disebut dalam satu kesatuan. Baik hukum maupun norma berperan dalam mengatur kehidupan manusia atau individu dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk lebih memahami keterkaitan antara keduanya, hal yang harus dilakukan terlebih dahulu ialah memahami pengertian dari hukum dan norma itu sendiri. Tulisan ini akan menguraikan mengenai pengertian keduanya serta membahas mengenai hierarki hukum di Indonesia.
Hukum memiliki pengertian yang beragam karena memiliki ruang lingkup dan aspek yang luas. Hukum dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan, disiplin, kaedah, tata hukum, petugas (hukum), keputusan penguasa, proses pemerintahan, perilaku yang ajeg atau sikap tindak yang teratur dan juga sebagai suatu jalinan nilai-nilai. Hukum juga merupakan bagian dari norma, yaitu norma hukum.
Norma itu sendiri merupakan bahasa latin yang dapat diartikan sebagai suatu ketertiban, preskripsi atau perintah. Sistem norma yang berlaku bagi manusia sekurang-kurangnya terdiri atas norma moral, norma agama, norma etika atau kesopanan dan norma hukum. Norma hukum adalah sistem aturan yang diciptakan oleh lembaga kenegaraan yang ditunjuk melalui mekanisme tertentu. Artinya, hukum diciptakan dan diberlakukan oleh institusi yang memiliki kewenangan dalam membentuk dan memberlakukan hukum, yaitu badan legislatif. Hukum merupakan norma yang memuat sanksi yang tegas. Di Indonesia, istilah hukum digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk menunjukkan norma yang berlaku di Indonesia. Hukum Indonesia adalah suatu sistem norma atau sistem aturan yang berlaku di Indonesia. Sistem aturan tersebut diwujudkan dalam perundang-undangan.
Pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004 tentang tata urutan perundang-undangan, jenis dan hierarki perundang-undangan menyebutkan bahwa hierarki perundang-undangan Indonesia meliputi; pertama UUD 1945, yang merupakan peraturan negara atau sumber hukum tertinggi dan menjadi sumber bagi peraturan perundang-undangan lainnya. Kedua, UU/Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perpu), kewenangan penyusunan undang-undang berada pada DPR denga persetujuan bersama dengan presiden. Dalam kepentingan yang memaksa presiden bisa mengeluarkan Perpu. Ketiga, Peraturan Pemerintah (PP), yang berhak menetapkan PP adalah presiden. Dalam hal ini presiden melakukan sendiri tanpa persetujuan dari DPR. Keempat adalah Peraturan Presiden, di dalamnya berisi materi yang diperintahkan oleh undang-undang atau materi untuk melaksanakan peraturan pemerintah. Selanjutnya adalah Peraturan Daerah (Perda). Perda ini meliputi Perda provinsi, Perda kabupaten/kota dan peraturan desa atau peraturan yang setingkat. Adapun wewenang untuk menetapkan Perda berada pada kepala daerah atas persetujuan DPRD.
Pembahasan di atas telah menunjukan bahwa ada hubungan yang sangat dekat antara hukum dan norma. Dalam kehidupan sehari-hari, hukum Indonesia juga dianggap sebagai sistem norma yang berlaku di Indonesia yang mengatur kehidupan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara.

Disiplin Hukum 
 Disiplin Hukum merupakan suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau realita hukum. Disiplin Hukum mencakup paling sedikit tiga bidang, yakni ilmu-ilmu hukum, politik hukum dan filsafat hukum. Dalam hal ini dapat dikatakan, bahwa filsafat hukum mencakup kegiatan perenungan nilai-nilai, perumusan nilai-nilai dan penyerasian nilai-nilai yang berpasangan, akan tetapi yang tidak jarang bersitegang.
Buku ini memberikan sumbangan yang sangat berharga kepada proses pendidikan hukum, sebab dengan filsafat hukum seseorang akan dapat memahami pengarih ide-ide terhadap peristiwa-peristiwa dan betapa hal-hal yang umum sangat mempengaruhi hal-hal yang khusus. Dengan pemahaman tersebut, seseorang akan dapat mengetahui maupun mengerti kecenderungan-kecenderungan yang terjadi di dalam proses hukum.
 
 
 

Macam Macam Hukum

Minggu, 28 Februari 2010

Hukum itu dapat dibedakan / digolongkan / dibagi menurut bentuk, sifat, sumber, tempat berlaku, isi dan cara mempertahankannya.

Menurut bentuknya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Tertulis, adalah hukum yang dituliskan atau dicantumkan dalam perundang-undangan. COntoh : hukum pidana dituliskan pada KUHPidana, hukum perdata dicantumkan pada KUHPerdata.

2. Hukum Tidak Tertulis, adalah hukum yang tidak dituliskan atau tidak dicantumkan dalam perundang-undangan. Contoh : hukum adat tidak dituliskan atau tidak dicantumkan pada perundang-undangan tetapi dipatuhi oleh daerah tertentu.

Hukum tertulis sendiri masih dibagi menjadi dua, yakni hukum tertulis yang dikodifikasikan dan yang tidak dikodifikasikan. Dikodifikasikan artinya hukum tersebut dibukukan dalam lembaran negara dan diundangkan atau diumumkan. Indonesia menganut hukum tertulis yang dikodifikasi. Kelebihannya adalah adanya kepastian hukum dan penyederhanaan hukum serta kesatuan hukum. Kekurangannya adalah hukum tersebut bila dikonotasikan bergeraknya lambat atau tidak dapat mengikuti hal-hal yang terus bergerak maju.


Menurut sifatnya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum yang mengatur, yakni hukum yang dapat diabaikan bila pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan sendiri.
2. Hukum yang memaksa, yakni hukum yang dalam keadaan apapun memiliki paksaan yang tegas.


Menurut sumbernya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Undang-Undang, yakni hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
2. Hukum Kebiasaan (adat), yakni hukum yang ada di dalam peraturan-peraturan adat.
3. Hukum Jurisprudensi, yakni hukum yang terbentuk karena keputusan hakim di masa yang lampau dalam perkara yang sama.
4. Hukum Traktat, yakni hukum yang terbentuk karena adanya perjanjian antara negara yang terlibat di dalamnya.


Menurut tempat berlakunyanya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Nasional adalah hukum yang berlaku dalam suatu negara.
2. HUkum Internasional adalah hukum yang mengatur hubungan antar negara.
3. Hukum Asing adalah hukum yang berlaku di negara asing.


Menurut isinya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Privat (Hukum Sipil), adalah hukum yang mengatur hubungan antara perseorangan dan orang yang lain. Dapat dikatakan hukum yang mengatur hubungan antara warganegara dengan warganegara. Contoh : Hukum Perdata dan Hukum Dagang. Tetap dalam arti sempit hukum sipil disebut juga hukum perdata.
2. Hukum Negara (Hukum Publik) dibedakan menjadi hukum pidana, tata negara dan administrasi negara.
a. Hukum Pidana adalah hukum yang mengatur hubungan antara warganegara dengan negara
b. Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur hubungan antara warganegara dengan alat perlengkapan negara.
c. Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang mengatur hubungan antar alat perlengkapan negara, hubungan pemerintah pusat dengan daerah.


Menurut cara mempertahankannya, hukum itu dibagi menjadi :
1. Hukum Materiil, yaitu hukum yang mengatur kepentingan-kepentingan dan hubungan-hubungan yang berwujud perintah dan larangan. Contoh Hukum Pidana, Hukum Perdata. Yang dimaksudkan adalah Hukum Pidana Materiil dan Hukum Perdata Materiil.
2. Hukum Formil, yaitu hukum yang mengatur cara-cara mempertahankan dan melaksanakan hukum materiil. Contoh Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata.


Hampir dua dekade profesi perawat Indonesia mengkampanyekan perubahan paradigma. Pekerjaan perawat yang semula vokasional digeser menjadi pekerjaan profesional. Perawat berfungsi sebagai perpanjangan tangan dokter, kini berupaya menjadi mitra sejajar dokter sebagaimana para perawat di negara maju. Wacana tentang perubahan paradigma keperawatan bermula dari Lokakarya Nasional Keperawatan I tahun 1983, dalam pertemuan itu disepakati bahwa keperawatan adalah pelayanan profesional.

Mengikuti perkembangan keperawatan dunia, perawat menginginkan perubahan mendasar dalam kegiatan profesinya. Dulu membantu pelaksanaan tugas dokter, menjadi bagian dari upaya mencapai tujuan asuhan medis, kini mereka menginginkan pelayanan keperawatan mandiri sebagai upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan. Tuntutan perubahan paradigma ini tentu mengubah sebagian besar bentuk hubungan perawat dengan manajemen organisasi tempat kerja. Jika praktik keperawatan dilihat sebagai praktik profesi, maka harus ada otoritas atau kewenangan, ada kejelasan batasan, siapa melakukan apa. Karena diberi kewenangan maka perawat bisa digugat, perawat harus bertanggung jawab terhadap tiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.

Tuntutan perubahan paradigma tersebut tidak mencerminkan kondisi dilapangan yang sebenarnya, hal ini dibuktikan banyak perawat di berbagai daerah mengeluhkan mengenai semaraknya razia terhadap praktik perawat sejak pemberlakuan UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

Pelayanan keperawatan diberbagai rumah sakit belum mencerminkan praktik pelayanan profesional. Metoda pemberian asuhan keperawatan yang dilaksanakan belum sepenuhnya berorientasi pada upaya pemenuhan kebutuhan klien, melainkan lebih berorientasi pada pelaksanaan tugas rutin seorang perawat (gizi-net.org. 2002). Bukti lain (Sutoto, 2006) berdasar penelitian Fakultas Kesehatan Masyarakat UI di dua Puskesmas kota dan desa, 92% perawat melakukan diagnosis medis dan 93% membuat resep. ''Hasil penelitian itu menunjukkan betapa besar peran perawat di masyarakat, namun tidak diakui.”

Keluarnya Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan pemerintah Nomor 32 tahun 2001 tentang Tenaga kesehatan, serta Surat Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1239 tahun 2001 tentang registrasi dan praktik perawat lebih mengukuhkan perawat sebagai profesi di Indonesia, kewenangan perawat dalam menjalankan tugas profesi diatur dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan tersebut sehingga perawat mempunyai legitimasi dalam menjalankan praktik profesinya. Walaupun belum diterbitkan Peraturan Pemerintah tentang profesi perawat yang memberikan batasan wewenang pekerjaan dari perawat profesional.

Seorang perawat harus menyadari bahwa terbitnya Kepmenkes RI Nomor 1239 tahun 2001 bukan merupakan keberhasilan perawat sebagai tenaga profesional secara otomatis, tetapi harus menjadikan motivasi bagi tenaga perawat untuk meningkatkan kompetensi, tanggung jawab serta tanggung gugat.



BIDAN HUKUM DAN KETERKAITAN DENGAN PELAYANAN ATAU PRAKTEK BIDAN DAN KODE ETIK


Bidan merupakan suatu profesi yang selalu mempunyai ukuran atau standar profesi. Standar profesi bidan yang terbaru adalah diatur dalam KEPMENKES RI No. 369/MENKES/SK/III/2007 yang berisi mengenai latar belakang kebidanan. Berbagai defenisi dalam pelayanan kebidanan. Berbagai defenisi dalam pelayanan kebidanan, falsafah kebidanan, paradigma kebidanan, ruang lingkup kebidanan, standar praktek kebidanan, dan kode etik bidan di Indonesia.

Pelayanan Kebidanan
Adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab praktek profesi bidan dalam sistem pelayanan kesehatan yang bertujuan meningkatkan kesehatan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan kesehatan keluarga dan masyarakat.

Falsafah Kebidanan
a. Sebagai bangsa Indonesia yang mempunyai pandangan hidup pancasila, seorang bidan menganut filosofi yang mempunyai keyakinan di dalam dirinya bahwa semua manusia adalah makhluk bio psiko sosio kultural dan spiritual yang unik
b. Manusia terdiri dari pria dan wanita yang kemudian kedua jenis individu itu berpasangan menikah membentuk keluarga yang mempunyai anak
c. Bidan berkeyakinan bahwa setiap individu berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan manusia dan perbedaan budaya
d. Persalinan adalah satu proses yang alami, peristiwa normal, namun apabila tidak dikelolah dengan tepat dapat berubah menjadi abnormal
e. Setiap individu berhak untuk dilahirkan secara sehat untuk itu maka setiap wanita usia subur, ibu hamil, melahirkan dan bayinya behak mendapatkan pelayanan yang berkualitas
f. Pengalaman melahirkan anak merupakan tugas perkembangan keluarga, yang membutuhkan persiapan
g. Kesehatan ibu periode reproduksi dipengaruhi oleh perilaku ibu, lingkungan dan pelayanan kesehatan

Paradigma Kebidanan
Kebidanan dalam bekerja memberikan pelayanan keprofesiannya berpegang pada paradigma berupa pandangan terhadap manusia/wanita, lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan.
a. Wanita
Wanita/ manusia adalah makhluk biopsiko sosial kultural dan spiritual yang utuh dan unik, mempunyai kebutuhan dasar yang bemacam-macam sesual dengan tingkat perkembangannya.
b. Lingkungan
Lingkungan merupakan semua yang ada di lingkungan dan terlibat dalam interaksi individu pada waktu melaksanakan aktifitasnya.
c. Perilaku ‘
Perilaku merupakan hasil dari berbagai pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan sikap dan tindakan.
d. Pelayanan kebidanan
Pelayanan kebidanan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga dalam rangka tercapainya keluarga kecil bahagia dan sejahtera.


e. Keturunan
Kualitas manusia diantaranya ditentukan oleh keturunan. Manusia yang sehat dilahirkan oleh ibu yang sehat. Hal ini menyangkut penyiapan wanita sebelum perkawinan, masa kehamilan, masa kelahiran dan masa nifas.

Lingkup Praktek Kebidanan
Lingkup prakek kebidanan yang digunakan meliputi asuhan mandiri/ otonomi pada anak-anak perem, remaja putri dan wanita desa sebelum, selama kehamilan dan selanjutnya. Hal ini berarti bidan membeirkan pengawasan yang diperlukan asuhan serta nasehat bagi wanita selama masa hamil, bersalin dan nifas.

Standar Praktek Kebidanan
 Standar I : Metode asuhan
Metode asuhan meliputi : pengumpulan data, penentuan diagnosa perencanan pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.
 Standar II : Pengkajian
Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan.
 Standar III : Diagnosa kebidanan
Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulkan.
 Standar IV : Rencana asuhan
Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.
 Standar V : Tindakan
Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien.


 Standar VI : Partisipasi klien
Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/ partisipasi klien dan keluarga dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
 Standar VII : Pengawasan
Monitor/pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien.
 Standar VII : Evaluasi
Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring dengan tindakan kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang tidak dirumuskan.
 Standar IX : Dokumentasi
Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan yang diberikan.

Kode Etik Bidan Di Indonesia
Terwujudnya kode etik ini merupakan bentuk kesadaran dan kesungguhan hati dari setiap bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan sebagai anggota tim kesehatan demi terciptanya cita-cita pembangunan nasional di bidan kesehatan pada umumnya, KIA/KB dan kesehatan keluarga.
Sesuai dengan wewenang dan peraturan kebijaksanaan yang berlaku bagi bidan, kode etik ini merupakan pedoman dalam tata cara dan keselarasan dalam pelaksanaan pelayanan profesional. Bidan senantiasa berupaya memberikan pemeliharaan kesehatan yang komprehensif.
Pekerjaan yang dilakukan oleh bidan merupakan suatu profesi yang didasarkan pada pendidikan formal tertentu naik untuk mencari nafkah maupun bukan untuk mencari nafkah. Dalam praktek kebidanan jgua terikat oleh suatu etika profesi.
Etika adalah peraturan tentang tingkah laku yang hanya berisi kewajiban saja dan mengatur apa yang baik dan tidak baik, sedangkan kode etik dibuat oleh organisasi profesi.
Hukum adalah perkumpulan peraturan hukum yang berisi hak dan kewajiban yang timbal balik dan mengatur apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan.
Bidan berupaya semaksimal mungkin sebagai contoh perikatan atas dasar perjanjian adalah ketika pasien datang ke tempat praktek kerja untuk memperoleh pelayanan kebidanan, maka keterikatan yang terjadi atas dasar perjanjian.
Perjanjian adalah ikatan antara 1 orang dengan orang lain atau lebih yang selalu menimbulkan hak dan kewajiban timbal balik.
Hukum kesehatan merupakan keseluruhan aturan hukum menurut Prof. H. J.J. Leenen adalah :
1. Langsung berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan
2. Merupakan penerapan hukum perdata, pidana dan hukum administrasi negara dalam kaitan dengan pemeliharaan kesehatan
3. Bersumber dari hukum otonom yang berlaku untuk kalangan tertentu saja, hukum kebiasaan, yurisprudensi, aturan-aturan internasional, ilmu pengetahuan dan literatur yang ada kaitannya dengan pemeliharaan kesehatan

Kode Etik
Kode etik suatu profesi adalah berupa norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi yang bersangkutan di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.



Tujuan Kode Etik
1. Untuk menjunjung tinggi martabat dan atra profesi
Dalam hal ini yang dijaga adalah image dari pihak luar/ masyarakat mencegah orang luar memandang remeh suatu profesi.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
Kesejahteraan materill dan spritual (mental)
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
4. Untuk meningkatkan mutu profesi




Hak-hak Anda

Anda hukum hak

Ontario Undang-Undang Kesehatan Mental, 1990 menetapkan apa yang terjadi ketika orang-orang dengan penyakit mental yang mengakui ke fasilitas psikiatri. Ini menyatakan hak hukum pasien dirawat di rumah sakit dan membahas masalah-masalah hukum lainnya yang berkaitan dengan masuk dan keluar dari rumah sakit.
Sebagai fasilitas pelayanan kesehatan, CAMH juga diatur oleh UU Rumah Sakit Umum, 1990.
Health Care Consent Act, 1996 mengatur perawatan di Ontario dan menciptakan sistem pengambilan keputusan pengganti bagi individu yang tidak mampu membuat keputusan sendiri perlakuan mereka. Menurut Undang-Undang, informed consent harus diperoleh dari individu, atau pembuat keputusan pengganti jika orang tidak mampu, sebelum perawatan dapat diberikan. Undang-undang juga memungkinkan seorang pembuat keputusan pengganti untuk mengotorisasi pengakuan orang yang tidak mampu untuk fasilitas psikiatris untuk tujuan pengobatan, selama orang tidak mampu tidak keberatan untuk pengakuan. Ini disebut "pengakuan informal."
CAMH dokter dan staf lainnya melakukan segala upaya untuk menginformasikan pasien tentang kondisi mereka dan pengobatan yang diusulkan. Hal ini untuk memastikan bahwa mereka-atau pengganti mereka dapat berpartisipasi penuh dalam pengambilan keputusan pengobatan dan untuk melindungi hak-hak dan kepentingan mereka. Informasi tentang hak-hak pasien di bawah hukum kesehatan mental tersedia melalui Ontario Pasien Psikiatri Kantor Advokat dengan memanggil (416) 535-8501 ext. 3099.
Beberapa informasi ini akan berbeda untuk klien di kami Hukum dan Program Kesehatan Mental yang jatuh di bawah Ontario Review Board atau perintah pengobatan. Silakan lihat buklet CAMH The Forensik Sistem Kesehatan Mental di Ontario untuk informasi lebih lanjut.

CAMH Bill of Rights Klien

CAMH's Bill of Rights Klien mempromosikan martabat dan harga diri semua orang yang menggunakan layanan kami. Ini menetapkan hak-hak nasabah, termasuk hak untuk diperlakukan dengan hormat, untuk menerima kualitas layanan yang sesuai dengan standar, dan mengeluh. Anda bisa mendapatkan salinan dari RUU dari CAMH Hubungan Klien Service di 416 535-8501 ext. 2028 atau ext. 2078, dari website kami di www.camh.net , atau dari salah satu sumber yang tercantum pada akhir brosur ini.

CAMH Layanan Klien Hubungan

Hubungan Layanan Klien kami tersedia untuk mendengarkan dan menangani segala bentuk umpan balik dari klien dan keluarga mereka-dari pujian untuk keluhan tentang salah satu program CAMH dan jasa. Hubungan Layanan Klien bertindak sebagai ombudsman untuk klien yang memiliki pertanyaan atau masalah tentang CAMH atau tentang perawatan mereka.
Setiap informasi yang Anda berikan kepada staf Hubungan Klien bersifat rahasia dan tidak pergi pada catatan kesehatan Anda.
Staf Klien Relations juga dapat memberikan informasi tentang bagaimana untuk menemukan jalan sekitar Anda pelayanan di CAMH, serta beberapa layanan kesehatan mental dan ketergantungan luar CAMH.
Pertanyaan atau masalah? Untuk mencapai Hubungan Layanan Klien, hubungi 416 535-8501 ext. 2028 atau ext. 2078.

Pemberdayaan Dewan

CAMH Pemberdayaan Dewan merupakan suara klien. Dewan ini:
  • pendukung tentang isu-isu yang berkaitan dengan kesehatan mental dan sistem kecanduan
  • memberikan akses klien untuk informasi
  • mendidik klien pada pilihan, self-advokasi, kepemimpinan dan kesadaran politik.
  • mendidik mental pekerja kesehatan dan kecanduan dan anggota masyarakat lainnya.
Untuk mempelajari lebih lanjut tentang apa yang Dewan Pemberdayaan dilakukan dan bagaimana Anda dapat bergabung, silakan hubungi Koordinator Pemberdayaan di (416) 535-8501 ext. 4022.

Kantor Advokat Pasien Psikiatri (PPAO)

Anda dapat mempelajari lebih lanjut tentang hak-hak Anda di bawah hukum kesehatan mental di Ontario melalui Kantor Advokat Pasien Psikiatri (PPAO).
The PPAO adalah advokasi independen dan rahasia layanan-PPAO anggota staff yang tidak dipekerjakan oleh CAMH. Mereka memberikan advokasi gratis dan saran hak untuk klien dan orang-orang berencana untuk menggunakan layanan psikiatri. The PPAO membantu klien untuk mengetahui hak-hak mereka dan membuat keputusan informasi tentang perawatan dan pengobatan.
Kantor PPAO di situs CAMH's Queen Street bisa dihubungi di 416 535-8501 ext. 3099. Situs web PPAO ada di www.ppao.gov.on.ca .

Privasi dan kerahasiaan

CAMH berkomitmen untuk melindungi privasi.
Pada CAMH, seorang perawat, dokter atau dokter mungkin meminta Anda tentang kesehatan Anda sendiri dan kesehatan orang-orang dalam keluarga Anda. Informasi ini disimpan dalam catatan kesehatan Anda. Kami membutuhkan informasi kesehatan Anda untuk memastikan kami dapat memberikan perawatan yang sebaik mungkin.
Sedangkan pada CAMH, Anda dapat mengunjungi daerah lain di rumah sakit untuk perawatan. Jika Anda melakukan ini, atau berbicara dengan dokter lain di CAMH, mereka juga akan perlu melihat catatan kesehatan Anda dan dapat menambah informasi baru. Selama pengobatan Anda di CAMH, kita mungkin perlu untuk berbagi informasi kesehatan Anda dengan yang lain, rumah sakit dokter atau organisasi yang membantu dengan perawatan Anda. Hal ini disebut berbagi informasi kesehatan Anda dalam Anda "lingkaran peduli."
Dalam kebanyakan kasus, sebelum kita menggunakan atau berbagi informasi kesehatan Anda, kami akan meminta izin (persetujuan Anda). Anda dapat memutuskan kapan Anda ingin kami untuk berbagi informasi kesehatan dengan orang lain dan bagaimana Anda ingin kami menggunakan informasi Anda. Persetujuan dapat berupa lisan atau tertulis. Anda dapat menolak atau mengambil persetujuan Anda.
Dalam kasus tertentu, hukum mengatakan bahwa kita bisa atau harus berbagi informasi dengan orang lain, bahkan jika kita tidak memiliki persetujuan Anda. Misalnya, informasi dapat diungkapkan tanpa persetujuan Anda untuk unit kesehatan masyarakat, masyarakat bantuan anak-anak, penyedia layanan kesehatan lainnya (dalam keadaan darurat), polisi atau pengadilan. Jika Anda ingin informasi lebih lanjut tentang izin, silakan lihat brosur CAMH Privasi: Anda Benar. Tanggung Jawab Kami.

Melindungi informasi kesehatan Anda

Pada CAMH kita melindungi informasi kesehatan dari pencurian, kerugian atau akses yang tidak sah. Staf kami terlatih dalam CAMH Kebijakan Privasi. Mereka tahu itu adalah penting untuk menjaga kesehatan anda informasi pribadi dan rahasia

Mengakses catatan kesehatan Anda

Anda memiliki hak untuk melihat dan memiliki salinan informasi kesehatan Anda, dengan beberapa batasan. Mungkin ada biaya jika Anda ingin salinan catatan kesehatan Anda. Anda memiliki hak untuk meminta kami untuk memperbaiki informasi kesehatan jika salah atau tidak lengkap. Untuk melihat informasi kesehatan Anda, hubungi Departemen Kesehatan Records pada 416 535-8501 ext. 2318 (untuk Queen Street dan kebanyakan situs lainnya), atau ext. 6438 (untuk situs Street College).




Standar I : Metode Asuhan
Asuhan kebidanan dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan langkah: pengumpulan data dan analisis data, penentuan diagnosa perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.
Difinisi Operasional:
  1. Ada format manajemen kebidanan yang sudah terdaftar pada catatan medis.
  2. Format manajemen kebidanan terdiri dari: format pengumpulan data, rencana format pengawasan resume dan tindak lanjut catatan kegiatan dan evaluasi.
Standar II: Pengkajian
Pengumpulan data tentang status kesehatan klien dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.
Difinisi Operasional:
1) Ada format pengumpulan data
2) Pengumpulan data dilakukan secara sistimatis, terfokus, yang meliputi data:
  • Demografi identitas klien.
  • Riwayat penyakit terdahulu.
  • Riwayat kesehatan reproduksi.
  • Keadaan kesehatan saat ini termasuk kesehatan reproduksi.
  • Analisis data.
3) Data dikumpulkan dari:
  • Klien/pasien, keluarga dan sumber lain.
  • Tenaga kesehatan.
  • Individu dalam lingkungan terdekat.
4) Data diperoleh dengan cara:
  • Wawancara
  • Observasi.
  • Pemeriksaan fisik.
  • Pemeriksaan penunjang.
Standar III : Diagnosa Kebidanan
Diagnosa kebidanan dirumuskan berdasarkan analisis data yang telah dikumpulan.
Difinisi Operasional
  1. Diagnosa kebidanan dibuat sesuai dengan kesenjangan yang dihadapi oleh klien atau suatu keadaan psikologis yang ada pada tindakan kebidanan sesuai dengan wewenang bidan dan kebutuhan klien.
  2. Diagnosa kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas sistimatis mengarah pada asuhan kebidanan yang diperlukan oleh klien.
Standar IV : Rencana Asuhan
Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.
Difinisi Operasional
1) Ada format rencana asuhan kebidanan
2) Format rencana asuhan kebidanan terdiri dari diagnosa, rencana tindakan dan evaluasi.

Standar V: Tindakan
Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien: tindakan kebidanan dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien.
Difinisi Operasional
  1. Ada format tindakan kebidanan dan evaluasi.
  2. Format tindakan kebidanan terdiri dari tindakan dan evaluasi.
  3. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan perkembangan klien.
  4. Tindakan kebidanan dilaksanakan sesuai dengan prosedur tetap dan wewenang bidan atau tugas kolaborasi.
  5. Tindakan kebidanan dilaksanakan dengan menerapkan kode etik kebidanan etika kebidanan serta mempeiti.•nbangkan hak klien aman dan nyaman.
  6. Seluruh tindakan kebidanan dicatat pada format yang telah tersedia.
Standar VI: Partisipasi Klien
Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/partisipasi klien dan keluarga dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
Difinisi Operasional
1) Klien/keluarga mendapatkan informasi tentang:
  • Status kesehatan saat ini
  • Rencana tindakan yang akan dilaksanakan.
  • Peranan klien/keluarga dalam tindakan kebidanan.
  • Peranan petugas kesehatandalam tindakan kebidanan.
  • Sumber-sumber yang dapat dimanfaatkan.
2) Klien dan keluarga bersama-sama dengan petugas melaksanakan tindal kegiatan.

Standar VII: Pengawasan
Monitor/pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus den, tujuan untuk mengetahui perkembangan klien.
Difinisi Operasional
  1. Adanya format pengawasan klien.
  2. Pengawasan dilaksanakan secara terus menerus sistimatis un¬mengetahui keadaan perkembangan klien.
  3. Pengawasan yang dilaksanakan selalu dicatat pada catatan yang telah disediakan.
Standar VIII: Evaluasi
Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan terus menerus seiring dengan tindak kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah dirumuskan.
Difinisi Operasional
  • Evaluasi dilaksanakan setelah dilaksanakan tindakan kebidanan. Men sesuai dengan standar ukuran yang telah ditetapkan.
  • Evaluasi dilaksanakan untuk mengukur rencana yang telah dirumuskan
  • Hasil evaluasi dicatat pada format yang telah disediakan.
Standar IX: Dokumentasi
Asuhan kebidanan didokumentasfican sesuai dengan standar dokumentasi asuh. kebidanan yang diberikan.
Difinisi Operasional:
  1. Dokumentasi dilaksanakan untuk disetiap langkah manajemen kebidanan.
  2. Dokumentasi dilaksanakan secara jujur sistimatis jelas dan ada yang bertanggung jawab.
  3. Dokumentasi merupakan bukti legal dari pelaksanaan asuhan kebidanan.


Dilema Etik / Moral Pelayanan Kebidanan

Dilema Etik / Moral Pelayanan Kebidanan

PENDAHULUAN
Fungsi pengetahuan etik bagi bidan adalah memberikan bantuan yang positif bagi bidan untuk menghindarkan dari prasangka dalam melakukan pekerjaannya. Etik memliki dimensi kode etik, yaitu : anggota profesi & klien, anggota profesi & sistem kesehatan, anggota profesi & profesi kesehatan, sesama anggota profesi
Kode etik merupakan suatu pernyataan komprehensif profesi yang memberikan tuntunan bagi bidan untuk melaksanakan praktek kebidanan baik yang berhubungan dengan klien, keluarga masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya sendiri
Kode etik memiliki prinsip, yaitu :
  1. Menghargai otonomi
  2. Melakukan tindakan yang benar
  3. Mencegah tindakan yang dapat merugikan
  4. Memperlakukan manusia secara adil
  5. Menjelaskan dengan benar
  6. Menepati janji yang telah disepakati
  7. Menjaga kerahasiaan
Kode etik suatu profesi adalah berupa norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi yang bersangkutan di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi anggota profesi tentang bagaimana mereka harus menjalankan profesinya dan larangan-larangan, yaitu ketentuan tentang apa yang boleh dan tidak boleh diperbuat oleh anggota profesi, tidak saja dalam menjalankan tugas profesinya, melainkan juga menyangkut tingkah laku pada umumnya dalam pergaulan sehari-hari di dalam masyarakat. Kode etik memiliki tujuan, yaitu menjunjung tinggi martabat dan citra profesi, menjaga & memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian para anggota profesi dan meningkatkan mutu profesi
Fungsi kode etik adalah sebagai :
1. Panduan, kode etik memberi bantuan dalam memberikan panduan dengan fasilitasdalam menjalankan pekerjaan profesional
2. Peraturan, menentukan beberapa peraturan dalam suatu kelompok profesi seperti tanggung jawab moral, tindakan yang standar, nilai-nilai khas suatu profesi, izin profesi.
3. Disiplin, mengatur tingkah laku yang melanggar hukum dengan mengidentifikasi dan menentukan jenis tindakan serta membuat instrument yang menjadi peraturan tetap dimana profesi berada.
4. Pelindung, melindungi masyarakat termasuk anggota masyarakat yang menerima profesi.
5. Informasi, memberikan informasi kepada masyarakat diluar profesi (Klien, kolega, pekerja, masy) tentang standar shg profesi mendapat kepercayaan.
6. Pernyataan, menyatakan eksistensi dengan mengumumkan aspirasi kelompok ttg status profesi dgn kehormatan moral dan otonomi
7. Negosiasi, menyediakan alat dalam negosiasi dan perdebatanantara profesi, colega, pekerjaan, pemerintah dengan memberikan penjelasan ttg kebenaran sikap termasuk tindakan.
KODE ETIK KEBIDANAN
Kode etik merupakan suatu ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian profesi. Kode etik bidan Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disyahkan dalam kongres Nasional IBI X tahun 1988, sedang petunjuk pelaksanaannya disyahkan dalam rapat kerja Nasional (Rakernas) IBI tahun 1991, sebagai pedoman dalam berprilaku. Kode etik bidan Indonesia mengandung beberapa kekuatan yang semuanya tertuang dalam mukadimah, tujuan dan bab
  1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masy (6)
  2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3)
  3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2)
  4. Kewajiban bidan terhadap profesinya (3)
  5. Kewajiban bidan terhadap dirinya sendiri (2)
  6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air (2)
  7. Penutup (1)
KEWAJIBAN TERHADAP KLIEN DAN MASYARAKAT
  1. Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatabnya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya
  2. Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan
  3. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat
  4. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
  5. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimiliki.
  6. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal
KEWAJIBAN TERHADAP TUGASNYA
  1. Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien keluarga dan masyarakat
  2. Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan atau rujukan
  3. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien
KEWAJIBAN BIDAN TERHADAP SEJAWAT DAN TENAGA KESEHATAN LAINNYA
  1. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi
  2. Setiap tindakan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya
KEWAJIBAN BIDAN TERHADAP PROFESINYA
  1. Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat
  2. Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
  3. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya
KEWAJIBAN BIDAN TERHADAP DIRI SENDIRI
  1. Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik
  2. Setiap bidan seyogyanya berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
KEWAJIBAN TERHADAP PEMERINTAH, NUSA, BANGSA DAN TANAH AIR
  1. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga
  2. Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga
URAIAN MATERI


Etik sebagai filsafat moral, mencari jawaban untuk menentukan serta mempertahankan secara rasional teori yang berlaku tentang benar salah, baik buruk, yang secara umum dipakai sebagai suatu perangkat prinsip moral yang menjadi pedoman suatu tindakan.
Bidan dihadapkan pada dilema etik Ø membuat keputusan dan bertindak didasarkan atas keputusan yg dibuat berdasarkan Intuisi Ø mereflekasikan pada pengalamannya atau pengalaman rekan kerjanya.
Contoh : persalinan dengan KPD Û pasien menolak
Terdapat 4 prinsip etika yg umumnya digunakan dalam praktek kebidanan :
1. Autonomy : memperhatikan penguasaan diri, hak akan kebebasan & pilihan individu.
2. Beneficence : Memperhatikan peningkatan kesejahteraan klien Ø berbuat yg terbaik untuk orang lain.
3. Non Malefecence : tidak menimbulkan kerugian untuk orang lain Ø jng membuat kerugian.
4. Justice ; memperhatikan keadilan & keuntungan
Dilema = konflik, berada di antara 2 pilihan, dua tipe konflik :
1. Konflik dalam prinsip
2. Konflik 2 prinsip
A. MASALAH – MASALAH ETIK MORAL YANG MUNGKIN TERJADI DALAM PRAKTEK KEBIDANAN
1. Masalah Etik Moral Yang Mungkin Terjadi
Bidan harus memahami dan mengerti situasi etik moral, yaitu :
1) Untuk melakukan tindakan yang tepat dan berguna.
2) Untuk mengetahui masalah yang perlu diperhatikan
Kesulitan dalam mengatasi situasi :
1) Kerumitan situasi dan keterbatasan pengetahuan kita
2) Pengertian kita terhadap situasi sering diperbaruhi oleh kepentingan, prasangka, dan faktor-faktor subyektif lain
Langkah-langkah penyelesaian masalah :
1) Melakukan penyelidikan yang memadai
2) Menggunakan sarana ilmiah dan keterangan para ahli
3) Memperluas pandangan tentang situasi
4) Kepekaan terhadap pekerjaan
5) Kepekaan terhadap kebutuhan orang lain
Masalah Etik Moral yang mungkin terjadi dalam praktek kebidanan :
1) Tuntutan bahwa etik adalah hal penting dalam kebidanan karena :
- Bertanggung jawab terhadap keputusan yang dibuat
- Bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil
2) Untuk dapat menjalankan praktik kebidanan dengan baik dibutuhkan :
- Pengetahuan klinik yang baik
- Pengetahuan yang Up to date
- Memahami issue etik dalam pelayanan kebidanan
3) Harapan Bidan dimasa depan :
- Bidan dikatakan profesional, apabila menerapkan etika dalam menjalankan praktik kebidanan (Daryl Koehn ,Ground of Profesional Ethis,1994)
- Dengan memahami peran bidan à tanggung jawab profesionalisme terhadap patien atau klien akan meningkat
- Bidan berada dalam posisi baik à memfasilitasi klien dan membutuhkan peningkatan pengetahuan tentang etika untuk menerapkan dalam strategi praktik kebidanan
B. PEMBAGIAN DILEMA / KONFLIK ETIK
Pembagian konflik etik meliputi empat hal :
Informed Concent
Negosiasi
Persuasi
Komite etik
Menurut Culver and Gert ada 4 komponen yang harus dipahami pada suatu consent atau persetujuan :
1. Sukarela (Voluntariness)
Sukarela mengandung makna pilihan yang dibuat atas dasar sukarela tanpa ada unsur paksaan didasari informasi dan kompetensi
2. Informasi (Information)
Jika pasien tidak tahu sulit untuk dapat mendeskripsikan keputusan. Dalam berbagai kode etik pelayanan kesehatan bahwa informasi yang lengkap dibutuhkan agar mampu keputusan yang tepat.
Kurangnya informasi atau diskusi tentang risiko, efek samping akan membuat klien sulit mengambil keputusan
3. Kompetensi (Competence)
Dalam konteks consent kompetensi bermakna suatu pemahaman bahwa seseorang membutuhkan sesuatu hal untuk mampu membuat keputusan yang tepat bahkan ada rasa cemas dan bingung
4. Keputusan (decision)
Pengambilan keputusan merupakan suatu proses, dimana merupakan persetujuan tanpa refleksi. Pembuatan keputusan merupakan tahap terakhir proses pemberian persetujuan.Keputusan penolakan pasien terhadap suatu tindakan harus di validasi lagi apakah karena pasien kurang kompetensi.
1. Informed Consent
Pesetujuan yang diberikan pasien atau walinya yang berhak terhadap bidan, untuk melakukan suatu tindakan kebidanan kepada pasien setelah memperoleh informasi lengkap dan dipahami mengenai tindakan yang akan dilakukan. Informed consent merupakan suatu proses. Secara hukum informed consent berlaku sejak tahun 1981 PP No.8 tahun 1981.
Informed consent bukan hanya suatu formulir atau selembar kertas, tetapi bukti jaminan informed consent telah terjadi. Merupakan dialog antara bidan dan pasien di dasari keterbukaan akal pikiran, dengan bentuk birokratisasi penandatanganan formulir. Informed consent berarti pernyataan kesediaan atau pernyataan setelah mendapat informasi secukupnya sehingga setelah mendapat informasi sehingga yang diberi informasi sudah cukup mengerti akan segala akibat dari tindakan yang akan dilakukan terhadapnya sebelum ia mengambil keputusan. Berperan dalam mencegah konflik etik tetapi tidak mengatasi masalah etik, tuntutan, pada intinya adalah bidan harus berbuat yang terbaik bagi pasien atau klien.
a. Dimensi informed consent
1) Dimensi hukum, merupakan perlindungan terhadap bidan yang berperilaku memaksakan kehendak, memuat :
- Keterbukaan informasi antara bidan dengan pasien
- Informasi yang diberikan harus dimengerti pasien
- Memberi kesempatan pasien untuk memperoleh yang terbaik
2) Dimensi Etik, mengandung nilai – nilai :
- Menghargai otonomi pasien
- Tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien bila diminta atau dibutuhkan
- Bidan menggali keinginan pasien baik secara subyektif atau hasil pemikiran rasional
b. Syarat Sahnya Perjanjian Atau Consent (KUHP 1320)
1) Adanya Kata Sepakat
Sepakat dari pihak bidan maupun klien tanpa paksaan, tipuan maupun kekeliruan setelah diberi informasi sejelas – jelasnya.
2) Kecakapan
Artinya seseorang memiliki kecakapan memberikan persetujuan, jika orang itu mampu melakukan tindakan hukum, dewasa dan tidak gila.
Bila pasien seorang anak, yang berhak memberikan persetujuan adalah orangtuanya, pasien dalam keadaan sakit tidak dapat berpikir sempurna shg ia tidak dapat memberikan persetujuan untuk dirinya sendiri, seandainya dalam keadaan terpaksa tidak ada keluarganya dan persetujuan diberikan oleh pasien sendiri dan bidan gagal dalam melakukan tindaknnya maka persetujuan tersebut dianggap tidak sah.
Contoh :
Bila ibu dalam keadaan inpartu mengalami kesakitan hebat, maka ia tidak dapat berpikir dengan baik, maka persetujuan tindakan bidan dapat diberikan oleh suaminya, bila tidak ada keluarga atau suaminya dan bidan memaksa ibu untuk memberikan persetujuan melakukan tindakan dan pada saat pelaksanaan tindakan tersebut gagal, maka persetujuan dianggap tidak sah.
3) Suatu Hal Tertentu
Obyek persetujuan antara bidan dan pasien harus disebutkan dengan jelas dan terinci.
Misal :
Dalam persetujuan ditulis dengan jelas identitas pasien meliputi nama, jenis kelamin, alamat, nama suami, atau wali. Kemudian yang terpenting harus dilampirkan identitas yang membuat persetujuan
4) Suatu Sebab Yang Halal
Isi persetujuan tidak boleh bertentangan dengan undang – undang, tata tertib, kesusilaan, norma dan hukum
contoh :
abortus provocatus pada seorang pasien oleh bidan, meskipun mendapatkan persetujuan si pasien dan persetujuan telah disepakati kedua belah pihak tetapi dianggap tidak sah sehingga dapat dibatalkan demi hukum
c. Segi Hukum Informed Consent
Pernyataan dalam informed consent menyatakan kehendak kedua belah pihak, yaitu pasien menyatakan setuju atas tindakan yang dilakukan bidan dan formulir persetujuan ditandatangani kedua belah pihak, maka persetujuan tersebut mengikat dan tidak dapat dibatalkan oleh salah satu pihak.
Informed consent tidak meniadakan atau mencegah diadakannya tuntutan dimuka pengadilan atau membebaskan RS atau RB terhadap tanggungjawabnya bila ada kelalaian. Hanya dapat digunakan sebagai bukti tertulis adan adanya izin atau persetujuan dari pasien terhadap diadakannya tindakan.
Formulir yang ditandatangani pasien atau wali pada umumnya berbunyi segala akibat dari tindakan akan menjadi tanggung jawab pasien sendiri dan tidak menjadi tanggung jawab bidan atau rumah bersalin. Rumusan tersebut secara hukum tidak mempunyai kekuatan hukum, mengingat seseorang tidak dapat membebaskan diri dari tanggung jawabnya atas kesalahan yang belum dibuat.
d. Masalah Yang Lazim Terjadi Pada Informed Consent
Pengertian kemampuan secara hukum dari orang yang akan menjalani tindakan, serta siapa yang berhak menandatangani.
Masalah wali yang sah. Timbul apabila pasien atauibu tidak mampu secar hukum untuk menyatakan persetujuannya.
Masalah informasi yang diberikan, seberapa jauh informasi dianggap telah dijelaskan dengan cukup jelas, tetapi juga tidak terlalu rinci sehingga dianggap menakut – nakuti
Dalam memberikan informasi apakah diperlukan saksi, apabila diperlukan apakah saksi perlu menanda tanagani form yang ada. Bagaimana menentukan saksi?
Dalam keadaan darurat, misal kasus perdarahan pada bumil dan kelaurga belum bisa dihubungi, dalam keadaan begini siapa yang berhak memberikan persetujuan, sementara pasien perlu segera ditolong.
C. MENGHADAPI MASALAH ETIK MORAL DAN DILEMA DALAM PRAKTEK KEBIDANAN
Menurut Daryl Koehn (1994) bidan dikataka profesional bila dapat menerapkan etika dalam menjalankan praktik.
Bidan ada dalam posisi baik yaitu memfasilitasi pilihan klien dan membutuhkan peningkatan pengetahuan tentang etika untuk menetapkan dalam strategi praktik kebidanan
1. Informed Choice
Informed choice adalah membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan tentan alternatif asuhan yang akan dialaminya.
Menurut kode etik kebidanan internasionl (1993) bidan harus menghormati hak informed choice ibu dan meningkatkan penerimaan ibu tentang pilihan dalam asuhan dan tanggungjawabnya terhadap hasil dari pilihannya
Definisi informasi dalam konteks ini meliputi : informasi yang sudah lengkap diberikan dan dipahami ibu, tentang pemahaman resiko, manfaat, keuntungan dan kemungkinan hasil dari tiap pilihannya.
Pilihan (choice) berbeda dengan persetujuan (consent) :
a. Persetujuan atau consent penting dari sudut pandang bidan karena berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua prosedur yang akan dilakukan bidan
b. Pilihan atau choice penting dari sudut pandang klien sebagai penerima jasa asuhan kebidanan, yang memberikan gambaran pemahaman masalah yang sesungguhnya dan menerapkan aspek otonomi pribadi menentukan “ pilihannya” sendiri.
2. Bagaimana Pilihan Dapat Diperluas dan Menghindari Konflik
Memberi informai yang lengkap pada ibu, informasi yang jujur, tidak bias dan dapat dipahami oleh ibu, menggunakan alternatif media ataupun yang lain, sebaiknya tatap muka.
Bidan dan tenaga kesehatan lain perlu belajar untuk membantu ibu menggunakan haknya dan menerima tanggungjawab keputusan yang diambil.
Hal ini dapat diterima secara etika dan menjamin bahwa tenaga kesehatan sudah memberikan asuhan yang terbaik dan memastikan ibu sudah diberikan informsi yang lengkap tentang dampak dari keputusan mereka
Untuk pemegang kebijakan pelayanan kesehatan perlu merencanakan, mengembangkan sumber daya, memonitor perkembangan protokol dan petunjuk teknis baik di tingkat daerah, propinsi untuk semua kelompok tenaga pemberi pelayanan bagi ibu.
Menjaga fokus asuhan pada ibu dan evidence based, diharapkan konflik dapat ditekan serendah mungkin
Tidak perlu takut akan konflik tetapi mengganggapnya sebagai sutu kesempatan untuk saling memberi dan mungkin suatu penilaian ulang yang obyektif bermitra dengan wanita dari sistem asuhan dan tekanan positif pada perubahan
3. Beberapa Jenis Pelayanan Yang Dapat Dipilih Klien
Bentuk pemeriksaan ANC dan skrening laboratorium ANC
Tempat melahirkan
Masuk ke kamar bersalin pada tahap awal persalinan
Di dampingi waktu melahirkan
Metode monitor djj
Augmentasi, stimulasi, induksi
Mobilisasi atau posisi saat persalinan
Pemakaian analgesia
Episiotomi
Pemecahan ketuban
Penolong persalinan
Keterlibatan suami pada waktu melahirkan
Teknik pemberian minuman pada bayi
Metode kontrasepsi 


 

Pengertian Etika dan Moral (Dalam Kebidanan)

1. PENGERTIAN ETIKA DAN MORAL
2. SISTEMATIKA ETIKA (ETIKA UMUM DAN ETIKA SOSIAUETIKA PROFESI)
3. FUNGSI ETIKA DAN MORALITAS DALAM PELAYANAN KEBIDANAN
4. HAK, KEWAJIBAN, TANGGUNGJAWAB
5. KODE ETIK PROFESI BIDAN
Materi ini sangat penting bagi mahasiswa bidan untuk mengetahui tentang apa itu etika, apa itu moral dan bagaimana menerapkannya dalam parktik kebidanan sehingga seorang bidan akan terlindung dari kegiatan pelanggaran etik ataupun pelanggaran moral yang sedang berkembang di hadapan publik dan erat kaitannya dengan pelayanan kebidanan sehingga seorang bidan sebagai provider kesehatan harus kompeten dalam menyikapi dan mengambil keputusan yang tepat untuk bahan tindakan selanjutnya sesuai standar asuhan dan kewenangan bidan.
Pengkajian dan pembahasan tentang etika tidak selalu -hubungannya dengan moral dan norma. Kadang etika diidentikan dengan moral, walaupun sebenamya terdapat perbedaan dalam aplikasinya. Moral lebih menunjuk pads perbuatan yang sedang
dinilai, sedangkan Etika dipakai sebagai kajian terhadap sistem nilai yang berlaku. Etika jugs sering dinamakan filsafat moral yaitu cabang filsafat sistematis yang membahas dan mengkaji nilai baik buruknya tindakan manusia yang dilaksanakan dengan sadar serta menyoroti kewajiban-kewajiban yang seharusnya dilakukan oleh manusia. Perbuatan yang dilakukan sesuai dengan norma moral maka akan memperoleh pujian sebagai rewardnya, namun perbuatan yang melanggar norma moral, maka si pelaku akan memperoleh celaan sebagai punishmentnya.
Istilah etik yang kita gunakan sehari-hari pada hakikatnya berkaitan dengan falsafah moral yaitu mengenai apa yang dianggap baik atau buruk di masyarakat dalam kurun waktu tertentu, sesuai dengan perubahan/perkembangan norma/nilai. Dikatakan kurun waktu tertentu karena etik dan moral bisa berubah dengan lewatnya waktu.
Pada zaman sekarang ini etik perlu dipertahankan karena tanpa etik dan tanpa diperkuat oleh hukum, manusia yang satu dapat dianggap sebagai saingan oleh sesama yang lain. Saingan yang dalam arti lain harus dihilangkan sebagai akibat timbulnya nafsu keserakahan manusia. Kalau tidak ada etik yang mengekang maka pihak yang satu bisa tidak segan­segan untuk melawannya dengan segala cara. Segala cara akan ditempuh untuk menjatuhkan dan mengalahkan lawannya sekadar dapat tercapai tujuan.
PENGERTIAN ETIKA
Etika diartikan "sebagai ilmu yang mempelajari kebaikan dan keburukan dalam hidup manusia khususnya perbuatan manusia yang didorong oleh kehandak dengan didasari pikiran yang jernih dengan pertimbangan perasaan".
Etik ialah suatu cabang ilmu filsafat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa etik adalah disiplin yang mempelajari tentang baik atau buruk sikap tindakan manusia.
Etika merupakan bagian filosofis yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalam menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah, dan penyelesaiannya baik atau tidak (Jones, 1994)
Menurut bahasa, Etik diartikan sebagai:
YUNANI à Ethos, kebiasaan atau tingkah laku
INGGRIS à Ethis, tingkah laku/prilaku manusia yg baik –> tindakan yg harus dilaksanakan manusia sesuai dengan moral pada umumnya.
Sedangkan dalam konteks lain secara luas dinyatakan bahwa:
ETIK adalah aplikasi dari proses & teori filsafat moral terhadap kenyataan yg sebenarnya. Hal ini berhubungan dengan prinsip-prinsip dasar & konsep yg membimbing makhluk hidup dalam berpikir & bertindak serta menekankan nilai-nilai mereka.
(Shirley R Jones- Ethics in Midwifery)
TEORI MORAL
Teori moral mencoba memformulasikan suatu prosedur dan mekanisme untuk pemecahan masalah-masalah etik.
Terdapat beberapa pendapat apa yang dimaksud dengan moral.
1. Menurut kamus lenqkap Bahasa Indonesia (Tim Prima Pena).
· Ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai akhlak.
· Akhlak dan budi pekerti
· Kondisi mental yang mempengaruhi seseorang menjadi tetap bersemangat, berani, disiplin, dll.
2. Ensiklopedia Pendidikan (Prof. Dr. Soeganda Poerbacaraka).
· Suatu istilah untuk menentukan batas-batas dari sifat-sifat, corak-corak, maksud-­maksud, pertimbangan-pertimbangan, atau perbuatan-perbuatan yang layak dapat dinyatakan baik/buruk, benar/salah.
· Lawannya amoral
· Suatu istilah untuk menyatakan bahwa baik/benar itu lebih daripada yang buruk/salah.
Bila dilihat dari sumber dan sifatnya, ada moral keagamaan dan moral sekuler. Moral keagamaan kiranya telah jelas bagi semua orang, sebab untuk hal ini orang tinggal mempelajari ajaran-ajaran agama yang dikehendaki di bidang moral.
Moral sekuler merupakan moral yang tidak berdasarkan pads ajaran agama dan hanya bersifat duniawi semata-mata.
Bagi kits umat beragama, tentu moral keagamaan yang harus dianut dan bukannya moral sekuler.
Karma etik berkaitan dengan filsafat moral maka sebagai filsafat moral, etik mencari jawaban untuk menentukan serta mempertahankan secara rasional teori yang berlaku tentang apa yang benar atau salah, baik atau buruk, yang secara umum dapat dipakai sebagai suatu perangkat prinsip moral yang menjadi pedoman bagi tindakan manusia. Dan moral diartikan mengenai apa yang dinialinya seharusnya oleh masyarakat dan etik dapat diartikan pula sebagai moral yang ditujukan kepada profesi. Oleh karma itu etik profesi sebaiknya jugs berbentuk normatif.
Hubungan antara filsafat, etika dan moral sebagai berikut:
Filsafat Agama
Etika Moral Agama
Etika Kedokteran
9Studi maoralitas manusia dalam profesi kesehatan
Etika Kebidanan
Hati nurani à memutuskan moralitas tindakan manusia
Tindakan sebagai bidan (benar/salah, baik/buruk)
"Pada hakikatnya moral menunjuk pada ukuran–ukuran yang telah diterima oleh suatu komunitas dan moral jugs bersumber pada kesadaran hidup yang berpusat pada slam pikiran" (Maman Rachman, 2004). Moral tidak hanya berhubungan dengan larangan seksual, melainkan lebih terkait dengan benar dan salah dalam kehidupan sehari-hari.
SISTEMATIKA ETIKA
Sebagai suatu ilmu maka Etika terdiri atas berbagai macam jenis dan ragamnya antara lain:
1. Etika deskriptif, yang memberikan gambaran dan ilustrasi tentang tingakh laku manusia ditinjau dari nilai baik dan buruk serta hal-hai,mana yang boleh dilakukan sesuai dengan norma etis yang dianut oleh masyarakat.
2. Etika Normatif, membahas dan mengkaji ukuran baik buruk tindakan manusia, yang biasanya dikelompokkan menjadi-.
a. Etika umum; yang membahas berbagai hal yang berhubungan dengan kondisi manusia untuk bertindak etis dalam mengambil kebijakan berdasarkan teori-teori dan prinsip-prinsip moral.
b. Etika khusus; terdiri dari Etika sosial, Etika individu dan Etika Terapan.
· Etika sosial menekankan tanggungjawab sosial dan hubungan antarsesama manusia dalam aktivitasnya,
· Etika individu lebih menekankan pada kewajiban-kewajiban manusia sebagai pribadi,
· Etika terapan adalah etika yang diterapkan pada profesi
Pada tahun 2001 ditetapkan oleh MPR-RI dengan ketetapan MPR-RI No.VI/MPR/2001 tentang Etika Kehidupan Bangsa. Etika kehidupan bangsa bersumber pada agama yang universal dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yaitu Pancasila. Etika kehidupan berbangsa antara lain meliputi: Etika Sosial Budaya, Etika Politik dan Pemerintahan, Etika Ekonomi dan Bisnis, Etika Penegakkan Hukum yang Berkeadilan, Etika Keilmuan, Etika Lingkungan, Etika Kedokteran dan Etika Kebidanan.
FUNGSI ETIKA DAN MORALITAS DALAM PELAYANAN KEBIDANAN
1. Menjaga otonomi dari setiap individu khususnya Bidan dan Klien
2. Menjaga kita untuk melakukan tindakan kebaikan dan mencegah tindakan yg merugikan/membahayakan orang lain
3. Menjaga privacy setiap individu
4. Mengatur manusia untuk berbuat adil dan bijaksana sesuai dengan porsinya
5. Dengan etik kita mengatahui apakah suatu tindakan itu dapat diterima dan apa alasannya
6. Mengarahkan pola pikir seseorang dalam bertindak atau dalam menganalisis suatu masalah
7. Menghasilkan tindakan yg benar
8. Mendapatkan informasi tenfang hal yg sebenarnya
9. Memberikan petunjuk terhadap tingkah laku/perilaku manusia antara baik, buruk, benar atau salah sesuai dengan moral yg berlaku pada umumnya
10. Berhubungan dengans pengaturan hal-hal yg bersifat abstrak
11. Memfasilitasi proses pemecahan masalah etik
12. Mengatur hal-hal yang bersifat praktik
13. Mengatur tata cara pergaulan baik di dalam tata tertib masyarakat maupun tata cara di dalam organisasi profesi
14. Mengatur sikap, tindak tanduk orang dalam menjalankan tugas profesinya yg biasa disebut kode etik profesi.
HAK KEWAJIBAN DAN TANGGUNGJAWAB
Hak dan kewajiban adalah hubungan timbal balik dalam kehidupan sosial sehari-hari. Pasien memiliki hak terhadap bidan atas pelayanan yang diterimanya. Hak pasti berhubungan dengan individu, yaitu pasien. Sedangkan bidan mempunyai kewajiban/keharusan untuk pasien, jadi hak adalah sesuatu yang diterima oleh pasien. Sedang kewajiban adalah suatu yang diberikan oleh bidan. Seharusnya juga ada hak yang harus diterima oleh bidan dan kewajiban yang harus diberikan oleh pasien.
A. Hak Pasien
Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien/klien:
1). Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di rumah sakit atau instusi pelayanan kesehatan.
2). Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur.
3). Pasien berhak memperoleh pelayanan kebidanan sesuai dengan profesi bidan tanpa diskriminasi.
4). Pasien berhak memilih bidan yang akan menolongnya sesuai dengan keinginannya.
5). Pasien berhak mendapatkan ;nformasi yang meliputi kehamilan, persalinan, nifas dan bayinya yang baru dilahirkan.
6). Pasien berhak mendapat pendampingan suami atau keluarga selama proses persalinan berlangsung.
7). Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan seuai dengan keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.
8). Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat kritis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dad pihak luar.
9). Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah sakit tersebut (second opinion) terhadap penyakit yang dideritanya, sepengatahuan dokter yang merawat.
10). Pasien berhak meminta atas privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya.
11). Pasien berhak mendapat informasi yang meliputi:
a. Penyakit yang diderita
b. Tindakan kebidanan yang akan dilakukan
c. Alternatif terapi lainnya
d. Prognosisnya
e. Perkiraan biaya pengobatan
12). Pasien berhak men yetujui/mem berikan izin atas tindakan yang akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.
13). Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggungjawab sendiri sesuadah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
14). Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis.
15). Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
16). Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit.
17). Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual.
18). Pasien berhak mendapatkan perlindungan hukum atas terjadinya kasus mal­praktek.
B. Kewaiiban Pasien
1). Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tat tertib rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan.
2). Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter, bidan, perawat yang merawatnya.
3). Pasien dan atau penangungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan, dokter, bidan dan perawat.
4). Pasien dan atau penangggungnya berkewajiban memenuhi hal-hal yang selalu disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.
C. Hak Bidan
1). Bidan berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
2). Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap tingkat jenjang pelayanan kesehatan.
3). Bidan berhak menolak keinginan pasien/klien dan keluarga yang bertentangan dengan peraturan perundangan dan kode etik profesi.
4). Bidan berhak atas privasi dan menuntut apabila nama baiknya dicemarkan baik oleh pasien, keluarga maupun profesi lain.
5). Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan.
6). Bidan berhak memperoleh kesempatan untuk mmingkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai.
7). Bidan berhak mendapat kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai.
D. Kewaiiban Bidan
1). Bidan wajib mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan hukum antara bidan tersebut dengan rumah sakit bersalin dan sarana pelayanan dimana ia bekerja.
2). Bidan wajib memberikan pelayanan asuhan kebidanan sesuai dengan standar profesi dengan menghormati hak-hak pasien.
3). Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada dokter yang mempunyai kemampuan dan keahlian sesuai dengan kebutuhan pasien.
4). Bidan wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk didampingi suami atau keluarga.
5). Bidan wajib memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya.
6). Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien.
7). Bidan wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan yang akan dilakukan serta risiko yang mungkiri dapat timbul.
8). Bidan wajib meminta persetujuan tertulis (informed consent) atas tindakan yang akan dilakukan.
9). Bidan wajib mendokumentasikan asuhan kebidanan yang diberikan.
10). BidanwajibmengikutiperkembanganIPTEKdanmenambahilmupengetahuannya melalui pendidikan formal atau non formal.
11). Bidan wajib bekerja sama dengan profesi lain dan pihak yang terkait secra timbal balik dalam memberikan asuhan kebidanan.
KODE ETIK PROFESI BIDAN
Setiap profesi mutlak mengenal atau mempunyai kode etik. Dengan demikian dokter, perawat,-,bidan, guru dan sebagainya yang merupakan bidang pekerjaan profesi mempunyai kode etik.
Kode etik suatu profesi adalah berupa norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi yang bersangkutan didalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.
Kode etik profesi merupakan "suatu pernyataan komprehensif dari profesi yang memberikan tuntunan bagi angotanya untuk melaksanakan praktik dalam bidang profesinya baik yang berhubungan dengan klien /pasien, keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya sendin". Namun dikatakan bahwa kode etik pada zaman dimana nilai–nilai perada ban semakin kompleks, kode etik tidak dapat lagi dipakai sebagai pegangan satu–satunya dalam menyelesaikan masalah etik, untuk itu dibutuhkan juga suatu pengetahuan yang berhubungan dengan hukum. Benar atau salah pada penerapan kode etik, ketentuan/nilai moral yang berlaku terpulang kepada profesi.
TUJUAN KODE ETIK
Pada dasarnya tujuan menciptakan atau merumuskan kode etik suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi.
Secara umum tujuan menciptakan kode etik adalah sebagai berikut:

1). Untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi
Dalam hal ini yang dijaga adalah image dad pihak luar atau masyarakat mencegah orang luar memandang rendah atau remeh suatu profesi. Oleh karena itu, setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindak tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi di dunia luar. Dari segi ini kode etik juga disebut kode kehormatan.

2). Untuk menjaga dan memelihara kesejahtraan para anggota
Yang dimaksud kesejahteraan ialah kesejahteraan material dan spiritual atau mental. Dalam hal kesejahteraan materil angota profesi kode etik umumnya menerapkan larangan-larangan bagi anggotanya untuk melakukan perbuatan yang merugikan kesejahteraan. Kode etik juga menciptakan peraturan-peraturan yang ditujukan kepada pembahasan tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur para anggota profesi dalam interaksinya dengan sesama anggota profesi.

3). Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Dalam hal ini kode etik juga berisi tujuan pengabdian profesi tertentu, sehingga para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdian profesinya. Oleh karena itu kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan oleh para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
4). Untuk meningkatkan mutu profesi
Kode etik juga memuat tentang norma-norma serta anjuran agar profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu profesi sesuai dengan bidang pengabdiannya. Selain itu kode etik juga mengatur bagaimana cara memelihara dan meningkatkan mutu organisasi profesi.
Dimensi Kode Etik
1. Anggota profesi dan Klien/ Pasien.
2. Anggota profesi dan sistem kesehatan.
3. Anggota profesi dan profesi kesehatan
4. Anggota profesi dan sesama anggota profesi
Prinsip Kode Etik
1. 1). Menghargai otonomi
2. 2). Melakukan tindakan yang benar
3. 3). Mencegah tindakan yang dapat merugikan.
4. 4). Memberlakukan manisia dengan adil.
5. Menjelaskan dengan benar.
6. Menepati janji yang telah disepakati.
7. Menjaga kerahasiaan
Penetapan Kode Etik
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh organisasi untuk para anggotanya. Penetapan kode etik IBI harus dilakukan dalam kongres IBI.
KODE ETIK BIDAN
Kode etik bidan di Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 dan disyahkan dalam kongres nasional IBI X tahun 1988, sedang petunjuk pelaksanaanya disyahkan dalam rapat kerja nasional (RAKERNAS) IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disyahkan pada kongres nasional IBI XII tahun 1998. Sebagai pedoman dalam berperilaku, kode etik bidan Indonesia mengandung beberapa kekuatan yang semuanya tertuang dalam mukadimah, tujuan dan bab.
SECARA UMUM KODE ETIK TERSEBUT BERISI 7 BAB YAITU:
1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)
1). Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
2). Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
3). Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggungjawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
4). Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat.
5). Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya.
6). Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan - tugasnya, dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.
2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)
1). Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna terhadap klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
2). Setiap bidan berhak memberikan pertolongan dan mempunyai kewenangan dalam mengambil keputusan dalam tugasnya termasuk keputusan mengadakan konsultasi dan atau rujukan.
3). Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang dapat dan atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau dipedukan sehubungan kepentingan klien.
3. Kewajiban bidan terhadap sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir)
1). Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.
2). Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.
4. Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)
1). Setiap bidan harus menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesinya dengan menampilkan kepribadian yang tinggi dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat.
2). Setiap bidan harus senantiasa mengembangkan did dan meningkatkan kemampuan profesinya seuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3). Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenis yang dapat meningkatkan mute dan citra profesinya.
5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)
1). Setiap bidan harus memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik.
2). Setiap bidan harus berusaha secara terus menerus untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air (2 butir)
1). Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan­ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga dan masyarakat.
2). Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikirannya kepada pemerintah untuk- meningkatkan mutu jangakauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.

7 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH


(CLIPART)
(CLIPART)
(Epochtimes.co.id)
Langkah penyelesaian persoalan ilmiah
Penulis sering melihat banyak orang sangat giat dalam bekerja dan belajar, dengan tujuan pada suatu hari kelak bisa sukses dan tersohor, oleh karena itu mereka mencurahkan segenap jiwa dan energi dalam menembus usaha atau di dalam bidang studinya.
Sebaliknya, mereka jarang sekali merenungkan dengan seksama permasalahan diri sendiri di dalam hubungan antar sesama, dalam emosi atau di dalam bidang permukaan lainnya. Meski pernah dipikirkan, juga hanya berpikir sekenanya dan tanpa tujuan jelas, serta tidak dapat menganggap persoalan tersebut sebagai hal yang sangat serius. Oleh karenanya, permasalahan-permasalahan itu biasanya akan senantiasa mengganggu mereka.
Jika hendak menangani persoalan yang eksis dalam jangka waktu panjang ini, kita sering kali mengusulkan kepada klien untuk menggunakan seperangkat metode sistematis untuk direnungkan, metode perenungan ini disebut Problem Solving Technique (Teknik Pemecahan Masalah).
Problem Solving Technique mempunyai alur proses tertentu dan langkah penyelesaian, ia bisa mendorong anda menggunakan semacam metode cermat untuk mempertimbangkan masalah, juga bisa memaksa anda menggunakan sudut pandang berbeda dan cara bertindak luwes dan adaptif dalam memikirkan permasalahan.
Dibawah ini adalah langkah-langkah penting itu:
Langkah pertama: Menemukan permasalahannya, menyampaikan masalah secara singkat dan jelas akan semakin baik. 
Langkah pertama menekankan bahwa anda harus membahas permasalahan yang ditemui sekarang, semakin sederhana dan semakin jelas makin baik.
Sebagai contoh, ketika anda menghadapi permasalahan hubungan antar manusia, bisa memetik keluar masalahnya, seperti “saya dikucilkan oleh teman sekelas tertentu”, inilah yang disebut penuturan singkat dan jelas, dengan begitu juga lebih mudah ditangani, tetapi jikalau anda menyatakan “hubungan antar manusia saya tidak baik”, ini terlihat agak lebih kosong, kabur, bisa membuat langkah penyelesaian selanjutnya sulit dilaksanakan.   
Langkah ke dua: Mencari berbagai metode penyelesaian yang memungkinkan. 
Apabila anda dikucilkan oleh sebagian teman sekelas, sedangkan anda ingin menyelesaikan masalah ini, tentu saja bisa memikirkan berbagai cara penyelesaian. Misalnya saja, mengundang teman sekelas lainnya membantu anda tampil berkomunikasi, dengan proaktif memancarkan niat baik, mengajak guru berbicara dan tidak menghiraukan mereka dan lain sebagainya. Apabila anda berpikir dengan seksama, bisa saja memikirkan ba-nyak cara penyelesaian.
Langkah ke tiga: Pertimbangkan setiap cara penyelesaian pragmatis dan dampaknya.  
Ketika sesudah anda mengemukakan berbagai metode penyelesaian yang memungkinkan, harus satu persatu menganalisa sifat  pragmatis dan dampak dari metode tersebut. 
Misalnya, jikalau anda ingin mencari teman sekelas lainnya untuk membantu anda berkomunikasi, adakah situasi yang bisa menimbulkan kekeliruan penyampaian?  Bisakah pihak lain merasakan ketidak-tulusan anda?  Apabila anda proaktif memancarkan kebajikan, bisakah pihak lain sama sekali tak menghiraukannya? Apabila mereka tidak bereaksi, maka anda harus bagaimana?
Langkah ke empat: Pilih salah satu metode penyelesaian
Ketika anda sudah menganalisa berbagai kelebihan dan kekurangan metode-metode tertentu, sudah harus memilih sebuah cara penyelesaian untuk dilaksanakan.
Langkah ke lima: Langkah penyelesaian  yang kongkret. 
Ketika sesudah anda telah memutuskan salah satu cara pelaksanaan, maka harus merencanakan langkah pelaksanaan dengan cermat. Kemungkinan anda di dalam proses penetapan perencanaan pelaksanaan melihat sebagian point kesulitan, waktu itu anda boleh menyelesaikannya sebelum kesulitan terjadi.  
Langkah ke enam: Pelaksanaan metode penyelesaian tersebut 
Langkah ke tujuh: Menilai proses penyelesaian masalah secara keseluruhan, pikirkan dengan seksama apakah masih ada yang perlu dirombak, dan tentukan tingkatan nilai 1 hingga 10, untuk melakukan penilaian terhadap tingkatan yang dicapai diri sendiri. 
Pada akhirnya langkah ini adalah digunakan untuk menilai efektifitas pelaksanaan diri. Jikalau rencana telah dilaksanakan dengan sukses, yang bersangkutan bisa berubah menjadi lebih percaya diri, juga rela menerjuni cara penyelesaian perenungan permasalahan yang lebih banyak. Meski rencana dan pelaksanaan telah gagal, yang bersangkutan bisa mempelajari hikmah dari dalam proses introspeksinya.
Di dalam berbagi pengalaman yang diikuti penulis, dengan mendalam merasakan banyak orang jarang sekali merenungkan kegundahan hatinya, penulis percaya, asalkan semua orang mengeluarkan sepertiga dari waktu membaca atau jam kerja untuk merenung/berefleksi, pasti terjadi taraf perombakan sangat besar pada masalah anda. 
Ruang psikoterapi 
Kiat penyelesaian masalah memiliki proses tetap dan langkah-langkah, ia bisa memaksa anda dengan sebuah cara seksama untuk merenungkan permasalahan, juga bisa memaksa anda menggunakan sudut pandang berbeda dan cara bertindak luwes dan adaptif untuk mempertimbangkan permasalahan.



Informed choice berarti membuat pilihan setelah mendapatkan penjelasan tentang alternatif asuhan yang akan dialaminya, pilihan (choice) harus dibedakan dari persetujuan (concent). Persetujuan penting dari sudut pandang bidan, karena itu berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua prosedur yang dilakukan oleh bidan. Sedangkan pilihan (choice) lebih penting dari sudut pandang wanita (pasien)sebagai konsumen penerima jasa asuhan kebidanan.
Tujuannya adalah untuk mendorong wanita memilih asuhannya. Peran bidan tidak hanya membuat asuhan dalam manajemen asuhan kebidanan tetapi juga menjamin bahwa hak wanita untuk memilih asuhan dan keinginannya terpenuhi. Hal ini sejalan dengan kode etik internasional bidan yang dinyatakan oleh ICM 1993, bahwa bidan harus menghormati hak wanita setelah mendapatkan penjelasan dan mendorong wanita untuk menerima tanggung jawab untuk hasil dari pilihannya.
Rekomendasi
1)      Bidan harus terusmeningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam berbagai aspek agar dapat membuat keputusan klinis dan secara teoritis agar dapat memberikan pelayanan yang aman dan dapat memuaskan kliennya
2)      Bidan wajib memberikan informasi secara rinci dan jujur dalam bentuk yang dapat dimengerti oleh wanita dengan menggunakan media laternatif dan penerjemah, kalau perlu dalam bentuk tatap muka secara langsung
3)      Bidan dan petugas kesehatan lainnya perlu belajar untuk membantu wanita melatih diri dalam menggunakan haknya dan menerima tanggung jawab untuk keputusan yang mereka ambil sendiri
4)      Dengan berfokus pada asuhan yang berpusat pada wanita dan berdasarkan fakta, diharapkan bahwa konflik dapat ditekan serendah mungkin
5)      Tidak perlu takut akan konflik tapi menganggapnya sebagai suatu kesempatan untuk saling memberi dan mungkin suatu penilaian ulang yang objektif, bermitra dengan wanita dari sistem asuhan dan suatu tekanan positif.
Bentuk pilihan (choice) yang ada dalam asuhan kebidanan
Ada beberapa jenis pelayanan kebidanan yang dapat dipilih oleh pasien antara lain :
1)      Gaya, bentuk pemeriksaan antenatal dan pemeriksaan laboratorium/screaning antenatal
2)      Tempat bersalin (rumah, polindes, RB, RSB, atau RS) dan kelas perawatan di RS
3)      Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan
4)      Pendampingan waktu bersalin
5)      Clisma dan cukur daerah pubis
6)      Metode monitor denyut jantung janin
7)      Percepatan persalinan
8)      Diet selama proses persalinan
9)      Mobilisasi selama proses persalinan
10)   Pemakaian obat pengurang rasa sakit
11)   Pemecahan ketuban secara rutin
12)   Posisi ketika bersalin
13)   Episiotomi
14)   Penolong persalinan
15)   Keterlibatan suami waktu bersalin, misalnya pemotongan tali pusat
16)   Cara memberikan minuman bayi
17)   Metode pengontrolan kesuburan
Informed concent bukan hal yang baru dalam bidang pelayanan kesehatan. Informed concent telah diakui sebagai langkah yang paling penting untuk mencegah terjadinya konflik dalam masalah etik.
Informed concent berasal dari dua kata, yaitu informed (telah mendapat penjelasan/keterangan/informasi) dan concent (memberikan persetujuan/mengizinkan. Informed concent adalah suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapatkan informasi.
Menurut Veronika Komalawati  pengertian informed concent adalah suatu kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan dokter terhadap dirinya setelah pasien mendapatkan informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya disertai informasi mengenai segala resiko yang mungkin terjadi
Dalam PERMENES no 585 tahun 1989 (pasal 1)
Informed concent diatfsirkan sebagai persetujuan tindakan medis adalah persetujuan yang diberikan pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang dilakukan terhadap pasien tersebut.
Langkah-langkah pencegahan masalah etik
Dalam pencegahan konflik etik dikenal ada 4, yang urutannya adalah sebagai berikut :
1)      Informed concent
2)      Negosiasi
3)      Persuasi
4)      Komite etik
Informed concent merupakan butir yang paling penting, kalau informed concent gagal, maka butir selanjutnya perlu dipergunakan secara berurutan sesuasi dengan kebutuhan.
Informed concent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien/walinya yang berhak terhadap bidan untuk melakukan suatu tindakan kebidanan terhadap pasien sesudah memperoleh informasi lengkap dan yang dipahaminya mengenai tindakan itu.
Dalam proses informed concent :
1)      Dimensi yang menyangkut hukum
dalam hal ini informed concent merupakan perlindungan bagi pasien terhadap bidan yang berprilaku memaksakan kehendak, dimana proses informed concent sudah memuat :
  1. Keterbukaan informasi dari bidan kepada pasien
  2. Informasi tersebut harus dimengerti pasien
  3. Memberikan kesempatan kepada pasien untuk memberikan kesempatan yang baik
2)      Dimensi yang meyangkut etik
Dari proses informed concent terkandung nilai etik sebagai berikut :
  1. Menghargai kemandirian/otonomi pasien
  2. Tidak melakukan intervensi melainkan membantu pasien bila dibutuhkan/diminta sesuai dengan informasi yang telah dibutuhkan
  3. Bidan menggali keinginan pasien baik yang dirasakan secara subjektif maupun sebagai hasil pemikiran yang rasional 




Back to top Go down
 




MALPRAKTEK?
Banyak kasus yang dilaporkan sebagai 'malpraktek' sebenarnya bukan benar benar malpraktek. Hubungan yang tidak harmonis antara dokter dan pasien, salah satunya akibat komunikasi yang tidak berjalan seperti yang diharapkan adalah salah satu faktor pemicunya. Dokter, disatu sisi sering mengabaikan empati, yang sebenarnya justru paling diharapkan pasien.

Sebagian besar keluhan ketidak puasan pasien disebabkan komunikasi yang kurang terjalin baik antara dokter dengan pasien dan keluarga pasien. Perhatian terhadap pasien tidak hanya dalam bentuk memeriksa dan memberi obat saja, tetapi juga harus membina komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarga pasien. Dokter perlu menjelaskan kemungkinan kemungkinan yang bisa terjadi dan rencana pemeriksaan pemeriksaan berikutnya, bukan hanya memeriksa pasien dan memberi obat saja. Pasien juga perlu untuk menanyakan ke dokter, minta dijelaskan kemungkinan kemungkinan penyakitnya.

Dengan pemahaman yang relatif minimal, masyarakat awam sulit membedakan antara risiko medik dengan malpraktek. Hal ini berdasarkan bahwa suatu kesembuhan penyakit tidak semata berdasarkan tindakan petugas kesehatan, namun juga dipengaruhi faktor faktor lain seperti kemungkinan adanya komplikasi, daya tahan tubuh yang tidak sama, kepatuhan dalam penatalaksanaan regiment therapeutic.
Kecenderungan masyarakat lebih melihat hasil pengobatan dan perawatan, padahal hasil dari pengobatan dan perawatan tidak dapat diprediksi secara pasti. Petugas kesehatan dalam praktiknya hanya memberi jaminan proses yang sebaik mungkin, sama sekali tidak menjanjikan hasil.
Kesalahpahaman semacam ini seringkali berujung pada gugatan mal praktek.

Secara etik dokter diharapkan untuk memberikan yang terbaik untuk pasien. Apabila dalam suatu kasus ditemukan unsur kelalaian dari pihak dokter, maka dokter tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya itu. Begitu pula dari pihak pasien, mereka tidak bisa langsung menuntut apabila terjadi hal hal diluar dugaan karena harus ada bukti bukti yang menunjukkan adanya kelalaian. Dalam hal ini harus dibedakan antara kelalaian dan kegagalan.
Apabila hal tersebut merupakan risiko dari tindakan yang telah disebutkan dalam persetujuan tertulis ( Informed Consent ), maka pasien tidak bisa menuntut. Oleh karena itu, untuk memperoleh persetujuan dari pasien dan untuk menghindari adanya salah satu pihak yang dirugikan, dokter wajib memberi penjelasan yang sejelas jelasnya agar pasien dapat mempertimbangkan apa yang akan terjadi terhadap dirinya.

Istilah malpraktek adalah istilah yang kurang tepat, karena merupakan suatu praduga bersalah terhadap profesi kedokteran. Praduga bersalah ini dapat disalahgunakan oleh pihak pihak tertentu untuk kepentingan sesaat yang akan merusak semua tatanan dan sistem pelayanan kesehatan.
Masalah ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan oleh dokter atau RS yang ada, pada umumnya merupakan masalah miskomunikasi antara pasien dan dokter, sehingga yang tepat adalah istilah "Sengketa Medik".
Harus dianalisis terlebih dahulu setiap peristiwa buruk ( adverse event ) yang terjadi, sebab tidak semua adverse event identik dengan malpraktik kedokteran. Setelah dianalisis, baru dapat diketahui apakah masuk katagori pidana atau kecelakaan ( misadventure ).
Sengketa Medik yang ada harus diselesaikan melalui peradilan profesi terlebih dahulu.
 

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS

ASPEK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI BIDAN DI KOMUNITAS
By Eny Retna Ambarwat



A. STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN
Keberadaan bidan di Indonesia sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan ibu dan janinnya, salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah adalah mendekatkan pelayanan kebidanan kepada setiap ibu yang membutuhkannya. Pada tahun 1993 WHO merekomendasikan agar bidan di bekali pengetahuan dan ketrampilan penanganan kegawatdaruratan kebidanan yang relevan. Untuk itu pada tahun 1996 Depkes telah menerbitkan Permenkes No.572/PER/Menkes/VI/96 yang memberikan wewenang dan perlindungan bagi bidan dalam melaksanakan tindakan penyelamatan jiwa ibu dan bayi baru lahir.
Pada pertemuan pengelola program Safe Mother Hood dari negara-negara di wilayah Asia Tenggara pada tahun 1995, disepakati bahwa kualitas pelayanan kebidanan diupayakan agar dapat memenuhi standar tertentu agar aman dan efektif. Sebagai tindak lanjutnya WHO mengembangkan Standar Pelayanan Kebidanan. Standar ini kemudian diadaptasikan untuk pemakaian di Indonesia, khususnya untuk tingkat pelayanan dasar, sebagai acuan pelayanan di tingkat masyarakat.
Dengan adanya standar pelayanan, masyarakat akan memiliki rasa kepercayaan yang lebih baik terhadap pelaksana pelayanan. Suatu standar akan lebih efektif apabila dapat diobservasi dan diukur, realistis, mudah dilakukan dan dibutuhkan. Pelayanan kebidanan merupakan pelayanan profesional yang menjadi bagian integral dari pelayanan kesehatan sehingga standar pelayanan kebidanan dapat pula digunakan untuk menentukan kompetensi yang diperlukan bidan dalam menjalankan praktek sehari-hari. Standar ini dapat juga digunakan sebagai dasar untuk menilai pelayanan, menyusun rencana pelatihan dan pengembangan kurikulum pendidikan serta dapat membantu dalam penentuan kebutuhan operasional untuk penerapannya, misalnya kebutuhan pengorganisasian, mekanisme, peralatan dan obat yang diperlukan serta ketrampilan bidan. Maka, ketika audit terhadap pelayanan kebidanan dilakukan, kekurangan yang berkaitan dengan hal-hal tersebut akan ditemukan sehingga perbaikannya dapat dilakukan secara lebih spesifik.
Adapun ruang lingkup standar pelayanan kebidanan meliputi 24 standar yang dikelompokkan sebagai berikut :
A. Standar Pelayanan Umum (2 standar)
Standar 1 : Persiapan untuk Kehidupan Keluarga Sehat
Standar 2 : Pencatatan dan pelaporan
B. Standar Pelayanan Antenatal (6 standar)
Standar 3 : Identifikasi Ibu Hamil
Standar 4 : Pemeriksaan dan Pemantauan Antenatal
Standar 5 : Palpasi Abdominal
Standar 6 : Pengelolaan Anemia pada Kehamilan
Standar 7 : Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan
Standar 8 : Persiapan Persalinan
C. Standar Pertolongan Persalinan (4 standar)
Standar 9 : Asuhan Persalinan Kala I
Standar 10 : Persalinan kala II yang Aman
Standar 11 : Penatalaksanaan aktif persalinan kala III
Standar 12 : Kala II dengan Gawat Janin melalui Episiotomi
D. Standar Pelayanan Nifas (3 standar)
Standar 13 : Perawatan Bayi Baru Lahir
Standar 14 : Penanganan pada Dua Jam Pertama Persalinan
Standar 15 : Pelayanan bagi Ibu dan Bayi pada Masa Nifas
E. Standar Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri - Neonatal
(9 standar)
Standar 16 : Penanganan Perdarahan pada Kehamilan trimester III
Standar 17 : Penanganan Kegawatan pada Eklamsia
Standar 18 : Penanganan Kegawatan pada Partus Lama/Macet
Standar 19 : Persalinan dengan Penggunaan Vakum Ekstraktor
Standar 20 : Penanganan Retensio Plasenta
Standar 21 : Penanganan Perdarahan Postpartum Primer
Standar 22 : Penanganan Perdarahan Postpartum Sekunder
Standar 23 : Penanganan Sepsis Puerperalis
Standar 24 : Penanganan Asfiksia Neonatorum

B. KODE ETIK BIDAN
Kode etik merupakan ciri profesi yang bersumber dari nilai-nilai internal dan eksternal dari suatu disiplin ilmu dan merupakan pernyataan komprehensif suatu profesi yang memberikan tuntunan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian kepada profesinya baik yang berhubungan dengan klien, keluarga, masyarakat, teman sejawat, profesi dan dirinya sendiri.
Secara umum tujuan menciptakan suatu kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat dan citra profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, serta meningkatkan mutu profesi. Kode etik bidan Indonesia pertama kali disusun pada tahun 1986 yang disahkan dalam Kongres Nasional Ikatan Bidan Indonesia X, petunjuk pelaksanaannya disahkan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IBI tahun 1991, kemudian disempurnakan dan disahkan dalam Kongres Nasional IBI XII pada tahun 1998.
Secara umum kode etik tersebut berisi 7 bab yang dapat dibedakan menjadi tujuh bagian, yaitu :
1. Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat (6 butir)
a. Setiap bidan senantiasa menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah jabatannya dalam melaksanakan tugas pengabdiannya.
b. Setiap bidan dalam menjalankan tugas profesinya menjunjung tinggi harkat dan martabat kemanusiaan yang utuh dan memelihara citra bidan.
c. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas dan tanggung jawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat.
d. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya mendahulukan kepentingan klien, menghormati hak klien dan nilai-nilai yang dianut oleh klien.
e. Setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam hubungan pelaksanaan tugasnya dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara optimal.
2. Kewajiban bidan terhadap tugasnya (3 butir)
a. Setiap bidan senantiasa memberikan pelayanan paripurna kepada klien, keluarga dan masyarakat sesuai dengan kemampuan profesi yang dimilikinya berdasarkan kebutuhan klien, keluarga dan masyarakat
b. Setiap bidan berkewajiaban memberikan pertolongan sesuai dengan kewenangan dalam mengambil keputusan termasuk mengadakan konsultasi dan/atau rujukan.
c. Setiap bidan harus menjamin kerahasiaan keterangan yang didapat dan/atau dipercayakan kepadanya, kecuali bila diminta oleh pengadilan atau diperlukan sehubungan dengan kepentingan klien.
3. Kewajiban bidan terhadap rekan sejawat dan tenaga kesehatan lainnya (2 butir)
a. Setiap bidan harus menjalin hubungan dengan teman sejawatnya untuk menciptakan suasana kerja yang serasi.
b. Setiap bidan dalam melaksanakan tugasnya harus saling menghormati baik terhadap sejawatnya maupun tenaga kesehatan lainnya.
4. Kewajiban bidan terhadap profesinya (3 butir)
c. Setiap bidan wajib menjaga nama baik dan menjunjung tinggi citra profesi dengan menampilkan kepribadian yang bermartabat dan memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat
d. Setiap bidan wajib senantiasa mengembangkan diri dan meningkatkan kemampuan profesinya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
e. Setiap bidan senantiasa berperan serta dalam kegiatan penelitian dan kegiatan sejenisnya yang dapat meningkatkan mutu dan citra profesinya.
5. Kewajiban bidan terhadap diri sendiri (2 butir)
a. Setiap bidan wajib memelihara kesehatannya agar dapat melaksanakan tugas profesinya dengan baik
b. Setiap bidan wajib meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
c. Setiap bidan wajib memelihara kepribadian dan penampilan diri.
6. Kewajiban bidan terhadap pemerintah, nusa bangsa dan tanah air (2 butir)
a. Setiap bidan dalam menjalankan tugasnya, senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang kesehatan, khususnya dalam pelayananan Kesehatan Reproduksi, Keluarga Berencana dan Kesehatan Keluarga.
b. Setiap bidan melalui profesinya berpartisipasi dan menyumbangkan pemikiran kepada pemerintah untuk meningkatkan mutu dan jangkauan pelayanan kesehatan terutama pelayanan KIA/KB dan kesehatan keluarga.
7. Penutup (1 butir).
Sesuai dengan wewenang dan peraturan kebijaksanaan yang berlaku bagi bidan, kode etik merupakan pedoman dalam tata cara keselarasan dalam pelaksanaan pelayanan kebidanan profesional.

C. STANDAR ASUHAN KEBIDANAN
Standar asuhan kebidanan sangat penting di dalam menentukan apakah seorang bidan telah melanggar kewajibannya dalam menjalankan tugas profesinya. Adapun standar asuhan kebidanan terdiri dari :
Standar I : Metode Asuhan
Merupakan asuhan kebidanan yang dilaksanakan dengan metode manajemen kebidanan dengan tujuh langkah, yaitu : pengumpulan data, analisa data, penentuan diagnosa, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan dokumentasi.
Standar II : Pengkajian
Pengumpulan data mengenai status kesehatan klien yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dicatat dan dianalisis.
Standar III : Diagnosa Kebidanan
Diagnosa Kebidanan dirumuskan dengan padat, jelas dan sistematis mengarah pada asuhan kebidanan yang diperlukan oleh klien sesuai dengan wewenang bidan berdasarkan analisa data yang telah dikumpulkan.
Standar IV : Rencana Asuhan
Rencana asuhan kebidanan dibuat berdasarkan diagnosa kebidanan.
Standar V : Tindakan
Tindakan kebidanan dilaksanakan berdasarkan rencana dan perkembangan keadaan klien dan dilanjutkan dengan evaluasi keadaan klien.
Standar VI : Partisipasi klien
Tindakan kebidanan dilaksanakan bersama-sama/pertisipasi klien dan keluarga dalam rangka peningkatan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
Standar VII : Pengawasan
Monitoring atau pengawasan terhadap klien dilaksanakan secara terus menerus dengan tujuan untuk mengetahui perkembangan klien.
Standar VIII : Evaluasi
Evaluasi asuhan kebidanan dilaksanakan secara terus menerus seiring dengan tindakan kebidanan yang dilaksanakan dan evaluasi dari rencana yang telah dirumuskan.
Standar IX : Dokumentasi
Asuhan kebidanan didokumentasikan sesuai dengan standar dokumentasi asuhan kebidanan yang diberikan.

D. REGISTRASI PRAKTIK BIDAN
Bidan merupakan profesi yang diakui secara nasional maupun intenasional oleh International Confederation of Midwives (ICM). Dalam menjalankan tugasnya, seorang bidan harus memiliki kualifiksi agar mendapatkan lisensi untuk praktek .
Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyedia layanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Supaya masyarakat pengguna jasa layanan bidan memperoleh akses pelayanan yang bermutu dari pelayanan bidan, perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas, persiapan sebelum bidan melaksanakan pelayanan praktek, seperti perizinan, tempat, ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi semuanya harus sesuai dengan standar1.
Setelah bidan melaksanakan pelayanan dilapangan, untuk menjaga kualitas dan keamanan dari layanan bidan, dalam memberikan pelayanan harus sesuai dengan kewenangannya1. Pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan organisasi Ikatan Bidan memiliki kewenangan untuk pengawasan dan pembinaan kepada bidan yang melaksanakan praktek perlu melaksanakan tugasnya dengan baik.
Penyebaran dan pendistribusian bidan yang melaksanakan Praktek pelayanan bidan perorangan (swasta), merupakan penyedia layanan kesehatan, yang memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan pelayanan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Supaya masyarakat pengguna jasa layanan bidan memperoleh akses pelayanan yang bermutu dari pelayanan bidan, perlu adanya regulasi pelayanan praktek bidan secara jelas, persiapan sebelum bidan melaksanakan pelayanan praktek, seperti perizinan, tempat, ruangan, peralatan praktek, dan kelengkapan administrasi semuanya harus sesuai dengan standar1.
Dalam hal ini pemerintah telah menetapkan peraturan mengenai registrasi dan praktik bidan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 900/MENKES/SK/VII/2002 (Revisi dari Permenkes No.572/MENKES/PER/VI/1996). Registrasi adalah proses pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan, setelah dinyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar tampilan minimal yang ditetapkan.
Bukti tertulis seorang bidan telah mendapatkan kewenangan untuk menjalankan pelayanan asuhan kebidanan di seluruh wilayah Indonesia disebut dengan Surat Izin Bidan (SIB), setelah bidan dinyatakan memenuhi kompetensi inti atau standar tampilan minimal yang ditetapkan, sehingga secara fisik dan mental bidan mampu melaksanakan praktek profesinya.
Bidan yang baru lulus dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh SIB dengan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dimana institusi pendidikan berada selambat-lambatnya satu bulan setelah menerima ijazah bidan. Kelengkapan registrasi meliputi :
1 Fotokopi ijazah bidan.
2 Fotokopi transkrip nilai akademik.
3 Surat keterangan sehat dari dokter.
4 Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar.
Bidan yang menjalankan praktek pada sarana kesehatan atau dan perorangan harus memiliki SIPB dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, dengan melampirkan persyaratan yang meliputi :
1 Fotokopi SIB yang masih berlaku.
2 Fotokopi ijazah bidan.
3 Surat persetujuan atasan, bila dalam pelaksanaan masa bakti atau sebagai pegawai negeri atau pegawai pada sarana kesehatan.
4 Surat keterangan sehat dari dokter.
5 Rekomendasi dari organisasi profesi.
6 Pas foto 4 x 6 cm sebanyak 2 lembar. SIPB berlaku sepanjang SIB belum habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali.

E. KEWENANGAN BIDAN DI KOMUNITAS
Bidan dalam menjalankan praktiknya di komunitas berwenang untuk memberikan pelayanan sesuai dengan kompetensi 8 yaitu bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi dan komprehensif pada keluarga, kelompok dan masyarakat sesuai dengan budaya setempat, yang meliputi :
1. Pengetahuan dasar
a. Konsep dasar dan sasaran kebidanan komunitas.
b. Masalah kebidanan komunitas.
c. Pendekatan asuhan kebidanan komunitas pada keluarga, kelompok dan masyarakat.
d. Strategi pelayanan kebidanan komunitas.
e. Upaya peningkatan dan pemeliharaan kesehatan ibu dan anak dalam keluarga dan masyarakat.
f. Faktor – faktor yang mempengaruhi kesehatan ibu dan anak.
g. Sistem pelayanan kesehatan ibu dan anak.
2. Pengetahuan tambahan
a. Kepemimpinan untuk semua (Kesuma)
b. Pemasaran sosial
c. Peran serta masyarakat
d. Audit maternal perinatal
e. Perilaku kesehatan masyarakat
f. Program – program pemerintah yang terkait dengan kesehatan ibu dan anak (Safe Mother Hood dan Gerakan Sayang Ibu).
g. Paradigma sehat tahun 2010.
3. Keterampilan dasar
a. Melakukan pengelolaan pelayanan ibu hamil, nifas laktasi, bayi, balita dan KB di masyarakat.
b. Mengidentifikasi status kesehatan ibu dan anak.
c. Melakukan pertolongan persalinan dirumah dan polindes.
d. Melaksanakan penggerakan dan pembinaan peran serta masyarakat untuk mendukung upaya kesehatan ibu dan anak.
e. Melaksanakan penyuluhan dan konseling kesehatan.
f. Melakukan pencatatan dan pelaporan
4. Keterampilan tambahan
a. Melakukan pemantauan KIA dengan menggunakan PWS KIA.
b. Melaksanakan pelatihan dan pembinaan dukun bayi.
c. Mengelola dan memberikan obat – obatan sesuai dengan kewenangannya.
d. Menggunakan tehnologi tepat guna.